BELUM lama ini di netizen di sosial media geram dengan sebuah pernyataan yang diduga berasal dari rekaman suara Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Said Aqil Siradj yang beredar melalui youtube. Said Aqil meledek umat Islam yang berjenggot, dengan menyebut jenggot mengurangi kecerdasan otak. Makin panjang jenggot makin goblok!
“Tapi kalau berjenggot, emosinya saja yang meledak-ledak, geger otaknya. Karena syaraf untuk mensupport otak supaya cerdas, ketarik oleh jenggot itu. Semakin panjang, semakin goblok!” ujar Said.
Bagi umat Islam berjenggot atau berjanggut merupakan bagian dari sunnah Rasulullah Saw. Bahkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Ibnu ra, Nabi Muhammad Saw bersabda:“Tinggalkan perbuatan orang-orang musyrik, tipiskanlah kumis dan lebatkanlah jenggot.”
Hadits ini menunjukkan, memelihara jenggot dan menipiskan kumis adalah identitas seorang Muslim. Bahkan Nabi Muhammad Saw pun seperti dijelaskan dalam Hadits Riwayat Bukhari dari Ali ra:“Adalah Rasulullah Saw berkepala besar dan berjenggot lebat.”
Para ustad yang sebagian besar memelihara jenggot, sebut saja seperti: Habib Rizieq Syihab, Habib Munzir Al Musawwa (Alm), Ustadz Arifin Ilham, Ustadz Fadzlan Al Garamatan, Ustadz Syuhada Bahri dan sebagainya.
Jenggot Islami
Dalam sebuah hadits Rasulullah bersabda: “5 perkara termasuk kesucian adalah: khitan, mencukur bulu kemaluan, memotong kumis, memotong kuku, dan mencabut bulu ketiak.” (HR. Bukhari-Muslim dari Abu Hurairah).
Dalam hadits sebelumnya juga dijelaskan: “Tinggalkan perbuatan orang-orang musyrik, tipiskanlah kumis dan lebatkanlah jenggot.”Kenapa Rasulullah sampai menyatakan demikian. Apakah hadits itu menjadi keharusan seorang Muslim untuk memelihara jenggot dan mencukur kumis? Bagaimana asbabul nuzulnya, sehingga jenggot menjadi bagian dari sunnah Nabi Saw?
Menurut Ustadz Ruswanto, M.Ag, seorang konsultan agama Islam kepada Islampos, memelihara jenggot adalah salah satu sunnah Nabi Saw. Bahkan dalam sebuah hadist, Rasulullah Saw menjelaskan: “Barangsiapa menghidup-hidupkan sunnahku, maka ia benar-benar telah mencintaiku dan barangsiapa yang telah mencintaiku maka ia kan bersamaku di dalam Surga.” (HR. Thabarani dari Anas ra).
Mengenai asbabul nuzulnya, dahulu banyak dari kalangan umat Islam yang sering meniru pola hidup dan pergaulan orang-orang Kafir, baik itu kaum Kristiani maupun Yahudi. Misalnya ketika berdebat soal perlunya media untuk memanggil orang shalat. Diantara sahabat Nabi, ada yang mengusulkan agar dibuat lonceng, seperti halnya gereja menyerukan umat Kristiani untuk beribadah. Lalu muncul gagasan Bilal, seorang mantan budak yang berkulit hitam legam, agar mengumandangkan adzan saat waktu shalat tiba. Gagasan itu disetujui oleh Nabi.
Begitu pula, dalam hal penampilan. Rasulullah melarang umat Islam, khususnya bagi kaum pria untuk mengenakan kalung atau cincin emas. Rasulullah juga melarang umatnya berpakaian secara berlebihan. Mengenai anjuran mencukur kumis, Rasulullah tak ingin kaum Muslimin menyerupai kaum musyrikin. Maka Nabi pun membedakan identitas seorang Muslim dengan kaum musyrikin (non-Muslim).
Yang pasti, semua lelaki Arab pasti berbulu lebat, terutama pada janggutnya. Sedangkan orang Indonesia tak semuanya berbulu. Meski demikian, ada sebagian umat Islam yang berupaya menghidupkan sunnah Rasulullah saw, walaupun jenggotnya hanya beberapa lembar.
“Jenggot yang Islami atau yang mengikuti sunnah Rasulullah adalah jenggot yang tidak dimodifikasi seperti halnya anak band atau seniman. Jenggot yang Islami selalu diiringi dengan akhlak yang baik. Berupaya untuk tidak melakukan maksiat,” kata Ustadz Ruswanto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Hargai tulisan ini dengan meninggalkan jejak... ^_^