URGENSI DA’WAH FARDIAH
Pemerhati masalah kemanusiaan saat ini
akan faham apa yang dikatakan oleh Ibnu Mas’ud: “Orang-orang sholeh akan
pergi/wafat, dan akan tersisa orang-orang yang ragu, yang tidak tahu kebaikan
dan tidak mengingkari kemungkaran.”[1]
Kehidupan ini telah
memburuk, kehidupan orang Islam menjadi sempit. Orang yang berpegang teguh
dengan agamanya seperti orang yang menggenggam bara api karena hatinya tersiksa
oleh kepedihan melihat keadaan yang ada, kelelahan dan kesusahan yang dihadapi
manusia, dan secara khusus di kawasan ini yang pada saat yang lampau pernah
menjadi bumi Islam. Lalu berada diantara kafilah budak. Orang-orang yang menyandang tanda dan gelar yang berbau
Islam menjadi budak para thoqhut pengekor yang hina baik orang kafir dari timur maupun barat.[2]
Sungguh benar
sabda Rasulullah saw yang diriwayatkan Ahmad dari Abu Hurairah; Dia berkata:
“Aku mendengar Rasulullah saw bersabda kepada Tsauban “Bagaimana keadaanmu
jika/saat bangsa-bangsa itu memperebutkan kalian, sebagaimana kalian memperebutkan
sepiring makanan”. Tsauban berkata: “Demi bapak dan ibuku ya Rasulullah …,
apakah karena kita sedikit?” Rasul bersabda: “Tidak kalian saat itu banyak akan
tetapi kalian mengidap wahn. Mereka
berkata: ”Apakah wahn itu ya Rasulullah?” Beliau bersabda: ”Cinta dunia dan
takut mati”.
Keadaan yang
menyakitkannya dihadapi manusia yang mengantarkannya kejurang kehancuran,
setelah hancur jiwa kemanusiaan itu, telah hancur fitrah kemanusiaan, dan
manusia telah merasakan kesusahan yang tak terkantukkan, gunung-gunung yang menjulang pun
tak mampu menanggungnya. Dalam keadaan seperti ini barangkali ada yang
bertanya: Apa solusai bagi manusia
menghadapi krisis dan kesusahan yang menghimpitnya...? Jawabanya telah
ada dari Tuhan semesta alam: “Barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku maka dia
tidak akan tersesat dan tidak akan susah.”[3]
Jadi Islam adalah solusi, dan tak ada penyelamat selain dari Islam selamanya.
Kembali
sipenanya berkata: ”Bagaimana mungkin Islam bisa menerima kendali kemanusiaan
itu …?”
Jawabannya
ada dalam kitab Al-Qur’an yang mulia, ”Dan hendaklah ada diantara kalian yang
menyeru pada kebaikan dan memerintahkan kepada yang ma’ruf dan mencegah dari
yang munkar. Mereka itulah oang-orang yang beruntung.”[4]
… Maka tidak boleh tidak kita harus membina umat dan mentarbiahnya dengan
ajaran Islam untuk memandu
langkah-langkah manusia yang tersiksa menuju kebahagiaan dan ketenangan.[5]
… Umat ini tidak akan terbina kecuali dengan dakwah yang ikhlas karena Allah
swt. Da’wah yang dilakukan sebuah jamaah yang meyakini bahwa tidak ada solusi
bagi manusia kecuali dengan Islam, yang meyakini bahwa pilar Islam tidak akan
tegak kecuali jika diemban oleh sekelompok manusia dan menebusnya dengan
arwahnya. Dengan demikian jamaah itu bekerja untuk Allah siang malam. Tidak
menyerah, tidak bosan, sehingga bisa menyampaikan da’wahnya dengan cemerlang
lagi jelas kepada hati setiap Muslim di muka bumi. Jamaah itu adalah sebuah
jamaah yang membuat seseorang itu lupa akan dirinya demi da’wah dan agamanya.
Seakan-akan dia tak punya jiwa, tabi’at, dan hawa nafsu, lupa urusan makan,
minum, dan pakaiannya, melupakan dirinya sendiri, ingat urusan makhluk Tuhan
swt. Keluar dari lingkungan dirinya dan semua makhluk bersama hati nuraninya
menuju Tuhannya, semua permintaannya demi manfaat makhluk. Dia menyerahkan
dirinya pada putusan Tuhannya, Allah swt.[6]
… Inilah contoh juru da’wah …inilah sifat orang yang ingin termasuk kedalam
qaidah pokok yang berdiri di atasnya
bangunan Islam sekarang…dan demi Allah, da’wah tidak akan berhasil, tak akan
sampai jika kita hanya memberikan sisa-sisa waktu kita dan belum bisa melupakan
dari urusan makan kita.[7]
Jika da’wah mempunyai sarana-sarana umum yang
bermacam-macam : Ceramah kajian, media massa: Seperti buku, koran, majalah…,
maka da’wah fardiah adalah bagian penting dari unsur-unsur da’wah itu, bahkan
merupakan bagian terpenting. Dalam da’wah fardiah seorang da’i menyertai
seorang obyek da’wah, menyingkapkan rahasia dirinya, memperhatikan aib-aibnya,
lalu meluruskan aibnya satu persatu sehingga bisa menjadikannya bersih dan
suci, kemudian memenuhi hatinya dengan iman, melalui indranya untuk melakukan
keta’atan: Sholat, puasa, tahajjud, dzikir, dan membaca Al-qur’an. Kemudian
setelah itu memberitahukan kepadanya keadaan umatnya, mengingatkannya bahwa
bekerja untuk Islam adalah fardu ‘ain pada saat ini. Setelah itu dia akan
meletakan telapak kakinya diatas jalan yang benar dan menemaninya berangkat
menuju ridha Allah swt. Sungguh benar Rasulullah saw ketika bersabda: “Sesungguhnya keberadaanmu sebagai perantara
bagi hidayah Allah kepada seseorang lebih baik bagimu daripada bumi seisinya”.
Da’wah Fardiah mempunyai beberapa keistimewaan
dibandingkan dengan sarana da’wah yang umum, diantaranya:
1.
Da’wah
Fardiah bisa dilakukan dalam setiap keadaan dan tidak mungkin terasa sempit untuk melaksanakannya.
2.
Da’wah
Fardiah menimbulkan hubungan dan ikatan dengan obyek da’wah, beda dengan da’wah
umum, seperti ceramah dan kajian yang tidak menimbulkan hubungan secara
langsung antara da’i dan mad’u.
3.
Da’wah
Fardiah menghasilkan bagi pelakunya pengalaman melakukan da’wah kepada Allah
yang merupakan salah satu kewajiban yang utama.
4.
Da’wah
Fardiah mendorong pelakunya untuk produktif dan mencari bekal yang membantunya
untuk bekerja dengan baik.
5.
Da’wah
Fardiah mendorong pelakunya untuk menjadi teladan bagi orang lain.
6.
Da’wah
Fardiah memberikan kesempatan kepada mad’u untuk menanyakan setiap hal yang
mengganjal dan menghilangkan keraguan dalam dirinya sehingga tercapai proses
dengan cemerlang.
7.
Hasil
dari Da’wah Fardiah memungkinkan menjadi berlipat ganda dalam waktu yang
pendek.
Kita perhatikan
masalah ini :
Jika seseorang memulai da’wah fardiah dengan benar lalu
tiap satu tahun dia dia bisa menggaet seorang temannya …kemudian dua orang ini
berangkat da’wah supaya menjadi empat orang pada tahun berikutnya jadi
berapakah jumlah mereka setelah 10 tahun?!… apakah engkau membayangkan jumlah
mereka akan menjadi 1000 orang lebih?!… kalau 1000 orang ini melakukan da’wah selama 10 tahun lagi
berapakah jadinya jumlah mereka?!… saya lihat anda tidak yakin bahwa jumlah
mereka akan lebih dari 1 juta orang?!…kalau mereka yang satu juta itu melakukan da’wah selama 10 tahun sampai
berapakah hasilnya? Apakah anda yakin bahwa jumlah itu akan mencapai 1 milyar
orang? Saya yakin bahwa anda tidak akan percaya akan kemampuan satu orang untuk
bisa menyampaikan Fikrohnya dengan da’wah fardiah kepada 1 milyar orang dalam
waktu kurang dari 30 tahun…jika anda ingin meyakinkan diri anda sendiri bukalah
halaman berikut dan bacalah perhitungan berikut berturut-turut…
TABEL
DA’WAH FARDIAH
Tahun Jml anggt
tahun Jml anggt Tahun
Jml anggt Tahun Jml anggt
Tahun Jml anggt
|
1 2 7 128 13 8192 19 524288 25
3355442
|
2 4 8 256 14 16284 20 1084567 26
67108864
|
3 8 9
512 15 32678 21 2097152 27
13421772
|
4 16 10 1024 16 65536 22 4144304 28
268435456
|
5 32 11 2048 17 131072 23
8388608 29 526870912
|
6 64 12 4096 18 262144 24
16777216 30 10737 41824
|
Aku kira anda sekarang
sepakat denganku bahwa da’wah fardiah adalah masalah yang penting dan krusial.
Kalau begitu apa yang akan
anda lakukan untuk memulai da’wah kepada Allah? Marilah kita bersama membahas
masalah ini untuk mengetahui seluk beluk da’wah fardiah. Tahapan-tahapan dan
langkah-langkahnya yang beraneka ragam.
Kita memohon kepada
pertolongan Allah, ampunan dan Ilham-Nya menuju jalan petunjuk.
KEDUA
PERSIAPAN SEORANG DA’I
1. Pengawasan
hati
2. Ikhlasul
amal
3. Sifat
Da’i yang jujur
4. Perbaiki
dirimi dan da’wahi yang lain.
HENDAKLAH
HATIMU BERSAMA ALLAH
Sesungguhnya seorang hamba akan kuat
beribadah dan da’wah jika dia menguasai hawa nafsunya. Jika tidak maka hatinya
akan dikuasai oleh syahwatnya, ditawan oleh hawa nafsunya, dan syaithon
mendapatkan tempat dalam hatinya, bagaimana dia akan bisa lepas dari
bisikan-bisikan dan pemikiran-pemikiran? Apalagi keinginan untuk melakukan
da’wahkepada Allah.
Hati itu ada tiga macam:
¨
Hati
yang sepi dari iman. Itulah hati yang gelap, sehingga syaithan pun bisa
istirahat dan menghembuskan bisikan-bisikan jahat padanya, karena syaithan
telah berhasil menjadikan hati itu sebagai tempat tinggalnya dan bahkan
negerinya.
¨
Hati
yang bersinar dengan cahaya iman, dan dia menyalakan lampu iman di dalamnya,
akan tetapi di dalamnya masih ada kegelapan syahwat dan perilaku-perilaku hawa
nafsu. Dalam keadaan yang demikian syaithan masih punya kesempatan, antara ya
dan tidak, tempat peluang dan harapan-harapan.
¨
Hati
yang penuh dengan iman, bercahaya dengan cahaya iman, hijab syahwat telah
menghilang dan kegelapanpun telah meninggalkannya. Dadanya bercahaya, cahaya
itu akan membakar was-was/keraguan yang mendekat.[8]
Saudaraku sebagai seorang
Da’i maka hendaklah hatimu jadi seperti hati yang ke tiga yang penuh dengan
iman. Padahal iman pada hakikatnya adalah masalah yang sebenarnya. Iman adalah
hal terpenting, bahkan segala-galanya bagi manusia, mausia tanpa iman, tak ada
artinya. Kehidupan yang hakiki bagi manusia adalah hatinya yang hidup dengan
iman, dan bukan kehidupan jasadnya sebagaimana binatang.
Ketika iman memenuhi hati,
dia akan merubah pemiliknya dengan perubahan yang mendasar dan menyeluruh,
meluruskan cara pandang, standar dan timbangan-timbangan sehingga semuanya
menjadi rabbaniyah sesuai dengan agama Allah.
Iman yang benarakan
memancarkan segala kebaikan, kesabaran, kuat menanggung beban, pengorbanan,
jihad, dan cinta kesyahidan pada diri pemiliknya.[9]
Saudaraku, awasilah hatimu,
jadikanlah ia selalu berhubungan dengan Allah swt penuh dengan cinta dan ikhlas
kepada-Nya baik dalam keadaan sendiri maupun terang-terangan. Waspadalah agar
engkau tidak melupakan Allah sehingga Allah tidak membiarkanmu, kemudian dia
menjadikanmu melupakan dirimu sendiri.
Imam Hasan Al-Banna
rahimahullah berkata: “Wahai saudara-saudara, aku tidak takut terkumpulnya
dunia atas kalian, akan tetapi aku takutkan atas kalian dua hal: aku takut
kalian melupakan Allah, sehingga Allah membiarkan kalian, atau melupakan persaudaraan diantara
kalian sehingga terjadi pertikaian diantara kalian.”[10]
Saudaraku engkau harus
hitung-hitung dirimu, meluruskannya, mencelanya, sehingga istiqomah terhadap
kebenaran, menempuh jalan yang lurus dan hendaklah setiap kita menghapal
perkataan Umar Al-Faruq ra. “Hisablah diri kalian sebelum diri kalian dihisab,
dan timbanglah amal-amal kalian sebelum ditimbang.”
Jika engkau selalu berlaku
adil terhadap jiwamu, mencelanya jika mlakukan kesalahan, dan menegurnya maka
jiwamu adalah jiwa yang selalu mengingatkanmu (nafsu lawamah) yang Allah
bersumpah dengannya. Engkau berharap akan menjadi nafsu muthmainah yang dipanggil
untuk masuk kedalam golongan hamba-hamba Allah dalam keadaan ridho dan
diridhoi, maka janganlah engkau lalai sesaatpun untuk mengingatkannya. “Wahai
nafsu yang tenang kembalilah kepada Tuhanmu dalam keadaan ridho dan diridhoi.”
(QS. Al-Fajr : 28)[11]
Saudaraku ketahuilah bahwa
iman itu bertambah dan berkurang. Berjanjilah untuk melakukan hal-hal yang
menambah iman. Ingatlah Tuhanmu dalam keadaan berdiri, duduk dan jalan, bacalah
Al-Qur’an, hafal dan ulangilah. Tegakkanlah kedua kakimu sesaat ditengah malam
bermunajat kepada Tuhanmu, memohon kepada-Nya untuk menetapkanmu pada jalan-Nya
yang lurus, usahaknlah untuk selalu berada di tengah-tengah saudaramu, meminta
bantuan dan nasehat, perbanyaklah dzikir, mengingat mati, hari kiamat, saat
menghadap Allah, ingatlah surga dan neraka, hisab dan shirath, karena hal itu
akan melembutkan hati.
Pernah datang seorang
perempuan kepada Aisyah ra mengadukan hatinya yang keras, lalu beliau berkata:
“Perbanyaklah mengingat mati.” Mereka berkata: “Lalu dia memperbanyak dzikrul
maut dan hatinya menjadi lembut.”
Dan pernah datang kepada
Hasan Al-Bashri seorang lelaki, dia berkata: “Wahai Abu Said, aku mengadukan
kepadamu akan hatiku yang keras”, dia menjawab, “Leburlah dia dengan dzikir.”[12]
Demikianlah saudaraku,
jadikanlah hatimu selalu bersama Allah, usahakanlah selalu bermuhasabah,
perbaharuilah selalu imanmu dengan dzikir dan taat...sesuaikanlah hati dengan
lisan sebagaimana Rasulullah saw mengajarkan kepada Muadz bin Jabal ketika
beliau bersabda: “Demi Allah, wahai Muadz sungguh aku mencintaimu, janganlah
lupa setiap selesai shalat untuk mengucapkan, ya Allah bantulah aku untuk mengingat-Mu, bersyukur dan beribadah
dengan baik kepada-Mu.”[13]
IKHLASLAH DALAM BERAMAL
MAKA AKAN CUKUP BAGIMU
WALAU SEDIKIT
Imam
Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah saw bersabda:
“Sesungguhnya Allah tidak melihat pada jasad dan bentukmu, akan tetapi Allah
melihat hati dan amalmu.”
Demikianlah
Rasulullah saw mengingatkan kita agar tidak terjadi saat Allah melihat hati
kita Dia mendapati tujuan selain-Nya, agar tidak terjadi saat melihat amal kita
lalu Dia mendapatkan sesuatu yang membuatn-Nya marah. Allah tidak menerima amal
kecuali yang ikhlash semata-mata karena-Nya. Allah swt tidak memerlukan
bantuan, maka barang siapa melakukan suatu amal lalu menyertakan Allah bersama
yang lain-Nya maka amal itu bagi yang lain.
Untuk itu Rasulullah saw takut umatnya akan melakukan
amal yang tidak ikhlash karena Allah sebagaimana dalam sabdanya, “Sesungguhnya
hal yang paling aku takuti pada kalian adalah syirik kecil.” Mereka berkata:
“Apakah syirik kecil itu wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Riya”. Allah swt
berfirman: “Jika hamba-hamba itu berpahala dengan amal-amalnya, maka pergilah
kalian kepada orang-orang yang kalian berbuat riya kepada mereka di dunia,
lihatlah apakah kalian akan mendapatkan balasan di sisi mereka?”[14]
Begitu
juga para sahabat memperhatikan untuk selalu beramal dengan ikhlash karena
Allah swt, membersihkan jiwa mereka dari riya dan juga orang-orang yang ada di
sekitar mereka. Perhatikanlah peringatan sahabat Ali ra, “Sesungguhnya orang
yang melakukan riya mempunyai tiga tanda:
¨
Bermalas-malas
jika sendirian
¨
Rajin
jika berada di tengah orang banyak
¨
Menambah
amalnya jika dipuji dan mengurangi amalnya jika dicela”
Imam Syahid melakukan hal serupa, dia menjadikan ikhlash
sebagai satu rukun yang penting diantara rukun-rukun da’wah...perhatikanlah
perkataannya: “Aku maksudkan dengan ikhlash adalah seorang akh muslim menujukan
perkataan, amal dan jihadnya semua kepada Allah swt, mengharap ridha dan
sebaik-baik balasan dari-Nya tanpa melihat keuntungan, penampilan, kehormatan,
gelar, menjadi yang terdepan ataupun sebaliknya, dengan demikian dia akan
menjadi pembela fikrah dan aqidah, bukan pembela keinginan dan keuntungan. Allah
swt berfirman: “Katakanlah: Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku
untuk Allah Tuhan semesta alam, tidak ada syarikat baginya dan demikianlah aku
diperintahkan.”[15]
Tanpa
ikhlash maka amal jadi batal, dan sebatas keikhlasan, kelapangan dada, dan kesabaran
dalam melaksanakannya sebatas itulah berkah, taufiq, kesuksesan dan hasil insya
Allah.
“Dan hendaklah seorang akh sebagai da’i mengetahui bahwa
unsur terpenting yang membantunya untuk melaksanakan kewajiban sebaik-baiknya,
dan untuk mendapatkan taufiq dari Allah
swt adalah ikhlash karena Allah serta kebersihan hatinya dari setiap apa yang
menghalangi ikhlash; seperti ghurur, riya, dan keinginan untuk selalu jadi
perhatian dan lain-lain, khususnya seorang da’i sangat memungkinkan untuk
bersinggungan dengan fitnah jika dia mendapatkan pengaruh yang besar di
masyarakat, kekaguman mereka kepadanya dan berkumpulnya mereka di
sekelilingnya.”[16]
Saudaraku, awasilah dengan sungguh-sungguh lubuk hatimu,
carilah dalam relung-relung jiwamu, jika kamu mendapatkan setitik riya,
segeralah luruskan niatmu dan teruslah beramal, janganlah tinggalkan amal
karena takut riya, perhatikan pengarahan ulama salaf kepada kita:
“Sesungguhnya meninggalkan amal karena manusia adalah
riya
sedang beramal karena manusia adalah syirik...!
Ya Allah kami berlindung kepada-Mu dari perbuatan syirik
terhadap-Mu dengan sesuatu yang kami ketahui, dan kami memohon ampun kepada-Mu
terhadap apa-apa yang tidak kami ketahui. Ya Allah bersihkanlah hati kami dari
sifat nifaq dan amal-amal kami dari riya. Ya Allah jadikanlah amal kami
semuanya sebagai amal shaleh, jadikanlah amal itu ikhlash karena-Mu dan
janganlah Engkau jadikan bagi seorangpun padanya syarikat. Amin.
JADILAH
SEPERTI INI
Seorang Da’i adalah unsur
penting dari unsur-unsur da’wah. Dan pada hal inilah perhatian Rasulullah saw
terfokus dengan membina da’i–da’i untuk
Islam, menyebar luaskan Islam di timur dan barat. Itulah kesibukan beliau
selama 23 tahun, umur da’wah beliau.
Dan tidak mungkin bagi
seorang da’i untuk mencapai apa yang diinginkan kecuali dia berakhlak dengan
akhlak da’i yang pertama saw dan mengikuti manhaj Nabi, untuk itu dia perlu
berhias dengan beberapa sifat dasar, kami sebutkan secara global:
1.
Iman: Iman adalah dasar
segalanya, syarat diterimanya amal, dan juga syarat suksesnya da’wah
(sesungguhnya ideologi dan fikroh -tanpa akidah sebagai pendorong- hanyalah
merupakan kata-kata tak bermakna, yang menjadikannya bermakna dan hidup adalah
hangatnya iman yang memancar dari hati manusia, orang lain tidak akan meyakini suatu
ideologi atau fikroh yang lahir dari hati yang dingin bukan pada hati yang
memancarkan kekuatan. Yakinlah engkau dengan ideologimu dulu … yakinlah sampai
batas keyakinanmu yang kuat, ketika itu maka orang lain akan yakin dengan
ideologi/fikrohmu jika tidak maka hanya akan tinggal penggalan-penggalan
kata-kata yang sepi/sunyi tanpa ruh.[17]
2.
Ilmu: “Tidak diragukan lagi
bahwa da’wah/ajakan kepada kebaikan dan puncaknya adalah da’wah kepada Allah
salah satu syaratnya adalah ilmu. Tidak ada khilaf diantara para ahli fiqih
bahwa orang yang tidak tahu tentang sesuatu atau tidak tahu hukumnya maka dia
tidak boleh mengajak orang pada hal tersebut karena pengetahuan tentang
kebenaran apa yang dida’wahkannya adalah syarat untuk kebenaran da’wah.
Akan tetapi
ilmu bukanlah satu kesatuan yang tidak bisa dipisah-pisahkan. Secara alami dan
manusiawi pengetahuan itu bersifat parsial. Ada orang yang memahami satu
masalah akan tetapi dia tidak memahami masalah yang lain… Berdasarkan masalah
ini maka tiap-tiap muslim berda’wah kepada Allah berdasarkan apa yang dia
ketahui.”[18]
Demikianlah sebagaimana disinyalir oleh Rasulullah saw: ”Sampaikanlah dariku
walau satu ayat....”[19]
Maka sudah sewajarnya/wajib bagi seorang
da’i untuk berbekal selalu dengan ilmu, tekun menghadiri kajian-kajian, membaca
buku-buku, mendengarkan kaset ceramah, membaca makalah-makalah,
bulletin-bulletin, tadabbur ayat, manemui saudara-saudaranya yang lebih tua
untuk belajar dari mereka, menulis kajian-kajian, makalah-makalah, dan
lain-lain.
3. Amal:
Unyuk mencapai cita-cita yang besar yang kita
inginkan, membutuhkan orang-orang yang berjiwa besar yang mempunyai keinginan
kuat, pengorbanan yang besar, dan iman yang kuat. Karena tanggung jawab para
da’i terhadap dirinya sendiri jauh lebih besar daripada tanggung jawabnya
terhadap masyarakat dan bahaya lalai (taqshir) mengerjakan kewajiban bagi da’i
terhadap dirinya sendiri melebihi bahaya kelalaiannya menunaikan hak-hak
masyarakat…Para da’i seharusnya menjadi teladan yang baik bagi masyarakat di
sekitarnya. Kelihatan dalam kehidupannya sehari-hari sebagai orang ta’at dengan
melaksanakan syari’at Islam yang merupakan tujuan da’wahnya. Dengan demikian
orang yang ada disekitarnya merasakan adanya bukti nyata terhadap apa yang dia
da’wahkan, bukan sekedar angan-angan, sehingga akan menimbulkan kesan yang
mendalam.[20]
4. Jujur
dan Amanah: Jujur dan amanah adalah dua
sifat mendasar diantara sifat-sifat seorang da’i yang diakui oleh kaum Quraisy
pada diri Rasulullah saw sehingga mereka memberi gelar beliau dengan Ash-Shodiq
dan Al-Amin. Jika engkau perhatikan, dua sifat tersebut merupakan sifat para
Nabi dan Rasul. Itu juga diucapkan oleh Ifrit salah satu Jin Nabi Sulaiman,:
“Dan sesungguhnya aku kuat untuk menunaikannya.”[21]
Perhatikan juga putri Nabi Syu’aib Ketika mengharapkan Musa as menjadi suaminya
dalam perkataannya, “Sesungguhnya sebaik-baik orang yang engkau pekerjakan
adalah orang yang kuat dan terpercaya.”[22]
5. Ikhlas:
Sesungguhnya setiap da’i kepada Allah wajib menyatakan dengan hati sebelum
dengan mulutnya “Aku tidak akan mengharapkan
kecuali perbaikan selama aku mampu, dan tiadak ada yang memberiku taufiq
melainkan Allah.” [23]
6. Kasih
sayang: Allah SWT berfirman: ”Dan tidaklah aku
mengutusmu kecuali sebagai rahmat kepada sekalian alam.”[24]
Rahmat dalam akidah, tasyri dan akhlak.
Nabi saw bersabda kepada Aisyah ra:
”Berlakulah lemah lembut dan janganlah keras dan kasar, sesungguhnya lemah
lembut pada sesuatu akan menghiasinya dan hilangnya lemah lembut dari sesuatu
akan menjadikannya kaku.”[25]
Sungguh benar Rasulullah saw ketika berkata kepada Al-Asyja’ ra: ”Sesungguhnya
dalam dirimu ada dua sifat yang disukai oleh Allah: lemah lembut dan ...”[26]
7.
Sabar:
Sesungguhnya penyeru kepada Allah swt.
Sangat memerlukan sikap ini. Karena sudah merupakan sunatullah bahwa para da’i
mempunyai banyak musuh yang membuat makar, tipu daya dan mengintai mereka.
Kalau sabar adalah merupakan hal penting bagi semua manusia terutama orang
muslim maka sifat sabar bagi seorang da’i lebih penting lagi dibanding bagi
yang lain. Karena dia bekerja dalam dua bidang/lapangan sekaligus;
¨
Dirinya
sendiri, mengajak dan membawanya untuk taat, dan mencegahnya dari maksiat
kepada Allah.
¨
Lingkungan
diluar dirinya yaitu lapangan da’wah…..
Untuk itu
seorang da’i memerlukan tingkat kesabaran yang tinggi dalam dua lapangan tersebut
sehingga dia bisa melewati rintangan-rintangan dan menanggung
kesulitan-kesulitan. Jika dia kehilangan kesabaran, dia akan berhenti atau
menarik diri dari lapangan da’wah dan membuatnya kehilangan pahala. [27]
8.
Bersemangat
dalam berda’wah dan berkorban dalam
lapangan da’wah
Begitulah Allah
swt memberikan sifat kepada Nabi saw: ”Sesungguhnya telah datang kepadamu
seorang rasul dari kaummu sendiri berat olehnya pemderitaanmu, sangat
menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu”.[28]…Memang
beliau sangat menginginkan kaumnya agar beriman, semua kaumnya, oleh karena itu
beliau sangat bersedih hati jika menemui halangan-halangan dan
penolakan-penolakan. Allah swt berfirman: “Maka (apakah) barangkali kamu akan
membunuh dirimu karena bersedih hati sesudah mereka berpaling, sekiranya mereka
tidak beriman kapada keterangan ini.”[29]
Seoang da’i kepada Allah sangat mengharapkan kebaikan
obyek da’wahnya, akan tetapi dia tidak boleh bersedih hati atas hasil kerjanya
dan buah perjuangannya. “Kewajibanmu tidak lain hanyalah menyampaikan
(risalah).”[30]
“Bukanlah kewajibanmu memberi hidayah kepada mereka, akan
tetapi Allah yang memberi hidayah kepada yang Dia kehendaki,”[31]
Buah dari keinginan yang besar ini adalah bahwa seorang
da’i berkorban demi untuk menyampaikan da’wahnya, mengorbankan waktu dan
tenaganya, harta dan waktu luangnya, mengorbankan semua yang dia mampu demi
menyampaikan da’wahnya.
9.
Cita-cita
dan percaya dengan pertolongan Allah.
Sesungguhnya
penyeru kepada Allah imannya kuat dan keyakinannya akan kemengan agama ini
besar. Dia yakin dan percaya bahwa Islam harus menang meskipun melawan makar
musuhya, dan walaupun “Orang-orang kafir menafkahkan harta-harta mereka untuk
menghalangi dari jalan Allah. Mereka akan menafkahkan harta itu kemudian
menjadi sesalan bagi mereka dan mereka akan dikalahkan. Dan ke neraka
jahannamlah orang-orang kafir itu dikumpulkan.”[32]
Sesungguhya ini adalah janji Allah dan ketetapan-Nya
sejak azali pada makhluk-Nya. “Allah telah menetapkan : “Aku dan Rasul-rasul-Ku
pasti menang.” Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa.” [33]
Sesungguhnya keyakinan kita bahwa masa depan adalah untuk
agama ini memberikan kepada kita harapan yang mendorong kita untuk bekerja
sungguh-sungguh agar sampai kepada kemenangan yang pasti. Hal ini tak akan
terjadi kecuali jika kita mengangkat diri kita ke tingkatan agama ini…
Sesungguhnya
para da’i, saat ini mereka ibarat pembawa cahaya di tengah umat dalam gelap
malam yang panjang dan ibarat orang yang terbangun di tengah umat yang terlambat tidur merupakan
harapan duania di masa yang gersang dari rasul-rasul pembawa rahmat dan
keyakinan dan penuh dengan kepalsuan dan atheisme.[34]
10.
Kesadaran
dan paham:
Tidak
diragukan lagi bahwa kegiatan seorang da’i itu luas, penyebarannya luas dan
hubungannya banyak. Dia juga bertemu dengan beragam tipe manusia, masing-masing
dengan karakteristik dan pengetahuannya…….Maka dia harus mengenali tingkat
pemahaman mereka dan sedikit memahami lebih dalam, baik berupa pengetahuan
agama, fikroh, politik ataupun gerakan.
Sesungguhnya
seorang da’i sangat membutuhkan: ikhlas
dalam beramal, benar dalam mengambil manhaj dan kejelasan dalam pemikirannya,
kuat dalam berhujjah/menjelaskan dasar pemikirannya berdasar Nash, serta dalil
Aqli kepada masyarakat, mengerti keadaan masyarakat, mengerti serta faham
dengan da’wah sehingga tercapai syarat-syarat seorang da’i yang berhasil.[35]
Memang ini adalah
sifat-sifat seorang da’i yang jujur yang harus dia pakai sebagaimana Rasulullah
saw menyitirnya dalam wasiatnya kepada Muadz bin Jabal ketika dia diutus ke Yaman
sebagai da’i, guru, dan sebagai amir: “wahai Muadz …. Aku berwasiat padamu,
1.
Bertaqwalah
kepada Allah
2.
Benar
dalam berbicara
3.
Menepati
Janji
4.
Menunaikan
amanah
5.
Meninggalkan
khianat
6.
Menjaga
hubungan baik dengan tetangga
7.
Mengasihi
anak yatim
8.
Lembut
dalam berbicara
9.
Mengucapkan
salam
10.
Baik
dalam bekerja
11.
Tidak
panjang angan-angan
12.
Tetap
menjaga keimanan
13.
Percaya
dengan Al Qur’an
14.
Cinta
akhirat
15.
Takut
dengan hisab di akhirat
16.
Merendahkan
diri
17.
Dan
aku melarangmu untuk memaki hakim atau mendustakan orang yang jujur, atau
menaati pendosa, atau melawan Imam yang adil atau membuat kerusakan di muka
bumi.
18.
Mewasiati
padamu untuk taqwa kepada Allah swt pada setiap lubang, batang pohon
19.
Dan
bahwa setiap dosa ada taubatnya, …. Rahasia dengan rahasia, terang-terangan
dengan terang-terangan.”[36]
MULAILAH DENGAN
DIRIMU SENDIRI
Umar ra berkata:
“Sesungguhnya Allah swt mempunyai tentara/pembela yang menghidupkan kebenaran
dengan dzikir kepada-Nya dan membunuh kebatilan dengan menjauhinya.”
Sesungguhnya
kita tidak akan jujur dalam da’wah kita, kecuali jika kita menjadi tauladan
yang baik dalam tingkah laku dan akhlaq kita. Apa arti ajakan orang dholim
untuk berlaku adil kepada orang yang terdholimi, bahkan apa arti ajakan
pembohong untuk berbuat jujur dan ajakan orang yang menyimpang untuk berlaku
istiqomah; sungguh itu adalah ajakan yang tidak bermakna, bahkan akan
meninggalkan kesan yang buruk pada diri obyek da’wah.[37]
Sesungguhnya
kata-kata tetap akan mati tak berarti walaupun disampaikan oleh orang yang
bersemangat jika tidak muncul dari hati yang yakin dengan apa yang dia
sampaikan.
Dan seorangpun tak akan
yakin dengan apa yang dia katakan kecuali
jika dia bisa merealisasikan
dalam kehidupan sehari-hari. Ketika itulah orang akan yakin, percaya walaupun kata-katanya tanpa
intonasi layaknya orator. Karena dia mengambnil sumber kekuatannya dari
kenyataan kesehariannya bukan dari sekedar
gaya bicara dan kemampuan orasinya, menyandarkan keindahan kata-katanya
dari kejujurannya bukan dari gayanya yang meledak-ledak. Ketika itu tidak mungkin
menolaknya, karena dia memancar dari kehidupan itu sendiri.[38]
Waspadalah
akan kemarahan Allah swt....Sesungguhnya Allah mengingatkan kaum mu’min dalam
firman-Nya: “Wahai orang-orang yang beriman mengapa kalian mengatakan apa yang
tidak kalian lakukan. Sungguh besar kemarahan Allah jika kalian mengatakan apa
yang tidak kalian lakukan.”[39]
Allahpun mencela bani Israil dengan firman-Nya: ”Apakah
kalian menyuruh manusia berbuat baik sedangkan kalian melupakan diri sendiri.” [40]
Rasullullah
juga mengingatkan kita agar perkataan kita tidak menyimpang dari perbuatan
kita. Diriwayatkan dari Usman bin Zaid ra, dia berkata: “Rasulullah saw
bersabda Didatangkan seorang laki-laki
pad hari Qiamat lalu dilemparkan ke neraka maka berceceranlah isi perutnya,
lalu ia berputar sebagaimana keledai berputar pada alat penggilingan, maka
berkumpullah penghuni neraka disekitarnya bartanya padanya, Wahai Fulan apa
yang terjadi padamu? Bukankah kamu menyuruh kepada kebaikan dan mencegah dari
kemungkaran? Dia menjawab: “Betul aku
dulu menyuruh kepada kebaikan tapi aku tidak melakukannya dan aku mencegah
kemungkaran tapi aku melakukannya.”[41]
Mari
kita perhatikan Ali bin Abi Thalib ra berkata: “Barangsiapa menjadikan dirinya
sebagai Imam bagi orang lain maka dia harus mengajar dirinya sendiri sebelum
mengajar orang lain, dan hendaklah dia mendidik dengan tingkah lakunya sebelum
mendidik dengan lisannya.”[42]
Sesungguhnya
pergaulan kita terhadap kaum muslimin dengan akhlaq Ukhuwah Islamiyah lebih
berkesan dan efektif untuk menarik mereka pada da’wah kita daripada cara yang lain.
Untuk itu maka seorang da’i
harus menjadi teladan yang baik, ramah, lunak, lembut dan muamalah yang baik.
Karena teladan dalam kehidupan sehari-hari mempunyai kesan yang kuat sehingga
orang mengikuti apa yang dida’wahkan
padanya.
Seorang da’i harus
menghindarkan diri dari perbuatan-perbuatan/perilaku-perilaku yang menyimpang
dari apa yang dia da’wahkan agar dia
tidak mendapat murka Allah dan agar tidak terjadi penurunan semangat pada diri
orang-orang yang dia da’wahi ketika melihatnya menyimpang dari apa yang dia
da’wahkan.[43]
Mari kita perhatikan pada
perkataan seorang penyair ahli hikmah
Wahai
lelaki yang mengajar orang lain
Kenapa
tidak untuk dirimu sendiri ajaran itu
Kau
buat resep obat untuk orang sakit
Agar
dia sehat tapi dirimu sendiri sakit
Mulailah
dengan dirimu sendiri & cegahlah dari penyimpangan
Jika
dirimu berhenti maka engkau orang bijaksana
Maka
disana ada yang menerima jika engkau ingatkan dan menurut
Berdasar
logika darimu & kemanfaatan ajaranmu
Janganlah
engkau mencegah sesutu tapi engkau melakukannya
Aib
besar atasmu jika engkau lakukan itu.
Satu hal yang mudah untuk
memberikan ceramah tentang Islam, atau mengadakan seminar tentang ajaran Islam,
atau menyusun buku tentang kesempurnaan,
kelengkapan ajaran, keluasan cakupan dan universalitas Islam, akan tetapi itu
semua berubah menjadi tinta di atas kertas selama yang kamu ceramahkan atau
kamu tulis tidak berubah menjadi kenyataan yang bisa dilihat manusia dengan
jelas. Ketika itulah pemikiran-pemikiran, baris-baris tulisan kata berubah
menjadi gerakan dan kehidupan sehari-hari yang diyakini oleh orang-orang yang
dadanya dilapangkan oleh Allah swt untuk ber-Islam.[44]
Syi’ar
kami selalu untuk ini, memperbaiki diri sendiri, membersihkannya dan komitmen
pada jalan Tuhannya, bersama da’wah, kerja, jihad serta pengorbanan ….. maka
hendaklah kita hafal bisikan ini dan selalu kita jadikan syi’ar kita, itulah
syiar keselamatan …. Ulangilah saudaku,
“perbaiki dirimu dan ajaklah
orang lain”.
BERCAMPUR TAPI BERBEDA
Beberapa
orang laki-laki keluar tidak jauh dari kota Kufah untuk beribadah. Sampailah
berita itu kepada Ibnu Mas’ud lalu beliau mendatangi mereka, katanya: ”Apa yang
membuat kalian melakukan hal itu?” Mereka menjawab: ”Kami ingin pergi dari
keramaian manusia untuk beribadah.” Beliau berkata: ”Kalau seandainya manusia
melakukan apa yang seperti kalian lakukan lalu siapa yang memerangi musuh? Saya
tidak akan pergi sampi kalian kembali.” [45]
Begitulah Ibnu Mas’ud
memahami bahwa tidak ada agama tanpa da’wah...dan tidak ada yang namanya da’wah
selamanya dalam uzlah.
Imam
Ahmad dan Tirmidzi meriwayatkan dari Abdullah bin Umar bahwa Rasulullah saw
bersabda: ”Seorang mu’min yang hidup di tengah manusia dan bersabar atas
perbuatan mereka lebih baik daripada seorang mu’min yang tidak bersama mereka
dan tidak bersabar atas perbuatan mereka”.
Kalau
begitu langkah pertama dari da’wah adalah tinggal bersama masyarakat. Hidup
dimasyarakat kita dan bukan uzlah, bahkan hidup ditengah-tengah mereka untuk
memperbaiki dan meluruskan mereka…sesungghuhnya kita, ketika kita menjauhi
manusia karena merasa lebih baik atau lebih bersih ruhiah kita atau lebih baik
hati kita daripada mereka, atau jiwa kita lebih lapang dari pada mereka, atau
lebih cerdas, maka kita tidak melakukan sesuatu yang berarti…kita tidak memilih
untuk diri kita jalan yang termudah dan yang lebih sedikit bekal.
Sesunggghuhnya
keagungan yang hakiki adalah bergaul dengan masyarakat penuh dengan jiwa yang
lapang/toleran, lemah lembut atas kelemahan, kekurangan, dan kesalahan mereka,
jiwa yang penuh harap untuk membersihkan, membekali pengetahuan dan mengangkat
mereka pada level kita sekuat tenaga.[46]
Sesungguhnya
ketika kita mengajak kaum muslimin yang untuk meluruskan pemahaman mereka
tentang Islam, mereka harus merasa bahwa mereka adalah bagian dari kita dan
kita bagian dari mereka. Kita tidak menganggap bahwa kita adalah masyarakat
muslim yang eksklusiv, karena yang demikian itu memisahkan kita dari mereka dan
berakhirlah semua…[47]
Akan
tetapi bersamaan dengan pergaulan kita di tengah masyarakat, kita harus tetap
menjaga integritas kita sebagai syakhsiyah islamiyah yang berbeda dari mereka,
dan yang demikian itu tidak akan terjadi kecuali jika kita peduli dengan agama
kita, khawatir akan berkurang kadar keimanan kita akibat dari bergaul dengan
masyarakat. Dan alangkah benarnya perkataan Ibnu Mas’ud: ” Bergaulah dengan
manusia-manusia itu, ikutilah keinginan mereka, janganlah kamu cederai
agamamu.”[48]
Bergaul
dengan mereka bukan berarti mengikuti mereka dalam perbuatan yang melanggar
syariat…kita harus komitmen dengan
keislaman kita, mempertahankan dan mengangkat panjinya, kita harus menempatkan
diri kita “jika orang lain berbuat baik
kita pun berbuat baik, dan jika mereka berbuat jelek maka kita menjauhi
perbuatan mereka”.
Kita
ketahui dengan baik bahwa bani Israil ditimpa azab karena hal tersebut,…ketika
ada seorang laki-laki menemui yang lain berbuat maksiat dia menegurnya: “Wahai
Fulan takutlah pada Allah”, Kemudian dia menemuinya lagi pada esok harinya
masih tetap melakukan maksiat lalu dia tidak melarangnya, bahkan dia menjadi
teman makan dan minumnya…ketika mereka melakukan hal itulah Allah swt
menimpakan azab atas mereka.
Disini bukan berarti bahwa kita harus meninggalkan orbit kita yang
tinggi, dan keteladanan kita yang mulia, atau menjadi bos mereka dan memuji
perbuatan mereka yang tercela, atau kita bersikap kepada mereka sehingga mereka
merasa bahwa kita lebih tinggi derajatnya daripada mereka…Sesungguhnya
menyatukan antara hal-hal yang berlawanan ini dan kelapangan dada sebagai
tuntutan dari penyatuan tersebut memerlukan kerja berat dan itulah keagungan
yang hakiki.[49]
Kita
tidak mengajak untuk uzlah (menyendiri), sama sekali tidak mengajak pada hal
tersebut selamanya, akan tetapi meskipun demikian kita tidak bisa menerima
bahwa pergaulan kita dengan masyarakat menyebabkan kita terlepas dari
dasar-dasar manhaj kita….Sesungguhnya kedekatan kita dengan pelaku ma’siat
mungkin menyebabkan mereka menerima da’wah kita, dalam posisi seperti ini kita
bisa mencapai tujuan mulia dengan cara yang kurang baik/hina. Sesungguhnya
tujuan yang mulia tidak hidup kecuali dalam hati yang baik. Bagaimana mungkin
hati itu kuat memakai cara yang hina... bahkan bagaimana mungkin dia bisa
menggunakan cara ini ?
LANGKAH-LANGKAH DA’WAH
FARDIAH
I.
PERKENALAN
II.
MEMILIH
III.
PENDEKATAN
IV.
MENYAMPAIKAN
FIKROH
PERKENALAN
“Berkenalanlah
dengan orang yang kamu temui walaupun mereka tidak meminta berkenalan.” Hasan
Al Banna
- Berkenalanlah
dengan setiap orang yang ada di sekitarmu
- Untuk
berkenalan ada banyak jalan
- Hafalkan
nama langsung
KENALILAH SETIAP ORANG YANG
ADA DI SEKITARMU
Allah
swt berfirman: “Wahai manusia sesungguhnya kami menciptakanmu dari laki-laki
dan perempuan dan Kami jadikan kamu
bersuku-suku bangsa agar kamu saling mengenal.”[50]
Firman
Allah ini ditujukan kepada seluruh manusia, artinya dengan Qudrah Kami, Kami
menciptakanmu dari asal yang satu, dan Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku yang berpencar-pencar, agar ada saling perkenalan.[51]
Demikianlah
Allah swt memerintahkan manusia untuk saling berkenalan, memberitahukan kepada
merehka bahwa yang demikian itu adalah tujuan dari penciptaan mereka yang
berbeda-beda warna kulit, suku bangsa, lingkungan dan sifat...ini dari sisi
umum, sedang dalam urusan da’wah kepada Allah lebih spesifik dan lebih wajib
lagi untuk melakukannya, kemudian dalam da’wah fardiyah lebih detil dan
sempurna, karena tidak terbayangkan bagaimana kamu menda’wahi orang yang tidak
kamu kenal, dan tidak terbayangkan bagaimana dia akan menyambut da’wahmu
sedangkan dia tidak mengenalmu...ini adalah satu bentuk perlakuan yang kering
dan keras...Abu Salma meriwayatkan dari Rasulullah saw bersabda: “Satu
perlakuan yang kasar diantaranya adalah:
¨
Seseorang masuk rumah
saudaranya kemudian dihidangkan sesuatu kepadanya lalu dia tidak memakannya
¨
Seseorang menemani orang
lain di perjalanan lalu dia tidak bertanya tentang namanya dan nama orang
tuanya....”
Kemudian
beliau saw mengajarkan kepada kita bahwa tempat masuk untuk da’wah, dan
satu-satunya jalan ke sana adalah perkenalan antara da’i dan mad’u...beliau
mengajarkan kepada kita dengan praktek langsung:
Barro’
bin Ma’ruf dan Ka’ab bin Malik datang ke Makkah, mereka mencari Rasulullah saw,
mereka bertemu dengan salah seorang
penduduk lalu bertanya tentang beliau saw, lalu dijawab, “Apakah kalian berdua
mengenalnya?” Mereka menjawab, “Tidak”, “Apakah kalian kenal Abbas, pamannya?”,
“Ya”, “Jika kalian masuk masjid, dialah yang duduk dengan Abbas”, lalu keduanya
masuk masjid. Ternyata Abbas duduk dan Rasulullah juga duduk lalu keduanya mengucapkan
salam kemudian duduk dekat mereka...Lalu Rasulullah saw bersabda kepada Abbas:
“Apakah engkau kenal dengan dengan dua orang ini wahai Abu Fadl...?” Dia
menjawab: “Ya, ini Barra’ bin Ma’ruf pemuka kaumnya, dan ini Ka’ab bin
Malaik...lalu Rasulullah saw bersabda: “Seorang penyair?”...Ka’ab berkata:
“Demi Allah aku tidak lupa sabda nabi saw...seorang
penyair?!...
Begitulah
yang telah dilakukan Rasulullah saw, dan di atas tindakan itulah Imam Syahid
berteladan, kita dengarkan perkataannya: “Berkenalanlah dengan orang yang kamu
temui walaupun dia tidak meminta untuk berkenalan.”[52]
Jadi
perkenalan adalah awal jalan menuju da’wah, maka berkenalanlah dengan setiap
orang yang ada di sekitarmu; berkenalanlah dengan tetanggamu di rumah dan di
jalan, dengan orang yang bersamamu di sekolah atau fakultas, dengan orang-orang
di tempat kerja, orang yang shalat bersamamu di masjid. Berkenalanlah dengan
tukang sayur, penjual daging, tukang cukur, dan setiap orang yang ada di
kampungmu, bahkan berkenalanlah dengan setiap orang yang kamu temui di jalan,
saat menunggu mobil dan juga saat berada di dalam mobil, setiap keadaan,
berkenalanlah dengan ini dan itu, sesungguhnya berkenalan dengan siapapun akan
membuka kesempatan-kesempatan baru untuk berkenalan dengan teman-temannya dan
saudara dekatnya. Demikianlah nama-nama akan berderet sehingga kamu akan
mempunyai pengetahuan yang luas, lahan bru yang subur untuk berda’wah. Hal ini
perlakuan terhadap orang awam, adapun terhadap orang yang telah kamu pilih
untuk mulai da’wah padanya, maka tidak cukup hanya mengenal namanya saja, akan
tetapi harus mengenal lebih dalam lagi. Kenalilah:
1. Namanya
dan nama orang tuanya dan nama sukunya.
2. Tempat
tinggal dan tranportasi untuk bisa ke sana.
3. Tempat
belajar atau kerja.
Kemudian
kenalilahlebih jauh lagi, untuk sampai pada detil kehidupannya;
4. Profesi
ibu bapaknya
5. Jumlah
saudaranya dan sepintas tentang mereka
6. Lingkungan
tempat tinggalnya
Kemudian
kenalilah lebih dalam lagi sampai pada detil urusannya;
7. Komitmennya
dan juga komitmen keluarganya untuk taat dan menjauhi maksiat
8. Hubungannya
dengan ikhwah di kampungnya, sekolah, kuliah atau tempat kerja.
9. Pemikirannya
tentang Islam dan pandangan dan harapan-harapannya.
Begitulah,
jadi perkenalan itu wajib. Jika kamu melakukan itu langkah berikutnya akan
menjadi mudah, yaitu seleksi yang baik, seleksimu akan mendapatkan taufiq dari
Allah insya Allah...adapun jika kamu tidak mengenal orang-orang yang ada di
sekitarmu kamu akan sangat bingung saat menyeleksi, seleksimu tidak detil
sehingga hasilpun tidak bagus.
Untuk
itu saudaraku mulailah da’wah dengan permulaan yang baik:
“BERKENALANLAH DENGAN ORANG YANG ADA DI SEKITARMU DENGAN
MENDALAM”
PELAJARILAH TRIK-TRIK
BERKENALAN
Barangkali
kamu mempunyai hubungan langsung dengan orang yang ingin kamu da’wahi, seperti
salah seorang saudara dekatmu; anak pamanmu, anak bibimu...disini kamu tidak
perlu lagi trik untuk berkenalan dan memulai da’wah terhadapnya, dan ini lebih
utama daripada yang lainnya, bagaimana tidak sedangkan Allah swt telah
memerintahkan nabi-Nya saw dalam firman-Nya:
“Dan peringatkanlah keluarga dekatmu.”[53]
Bisa
juga profesimu yang menyebabkanmu jadi terkenal dan banyak teman, seperti
seorang dokter, guru, atau pedagang. Dalam keadaan seperti ini kamu akan lebih
berhasil dalam da’wahmu, tidak perlu lagi trik untuk berkenalan kepada orang
yang datang ke klinikmu, ruang belajar atau tokomu...ya mereka adalah
orang-orang yang paling berhasil dalam berda’wah...bagaimana tidak sedang Abu
Bakar Ash-Shidiq –da’i kedua setelah Rasulullah saw- mendapatkan kelebihan ini:
“Beliau
adalah seorang pedagang...dengan sendirinya beliau mempunyai hubungan dengan
banyak orang. Oleh karena itu beliau punya kelebihan untuk mempengaruhi orang
lain, karena hubungan yang ada terjadi secara alami tanpa dibuat-buat, dia tidak
perlu lagi menciptakan satu sebab untuk bisa berhubungan dengan mereka, seorang
guru misalnya, dan seorang pedagang lebih luas gerakannya daripada seorang
pegawai yang terkungkung di kantornya.”[54]
Jadi
di mana timbul masalah...?! ...masalah akan timbul ketika tidak ada hubungan
yang alami yang mempertemukanmu dengan orang yang ingin kamu kenal, di sini
mulai bingung: Bagaimana aku akan mulai berkenalan?! Di sini kamu harus
menggunakan taktik dan kecerdikanmu...
¨
Barangkali caranya dengan
bertanya padanya dengan satu pertanyaan yang menarik perhatiannya.
¨
Barangkali caranya dengan
memperkenalkan diri dan tempat tinggalmu.
¨
Barangkali caranya dengan
memancing refleknya dengan gerakan, kata-kata atau yang lain.
¨
Barangkali caranya dengan
bercanda kemudian kamu berkenalan padanya.
¨
Barangkali caranya dengan
memberikan satu bantuan atau perbuatan baik yang lain.
Mungkin
caramu dengan salah satu cara di atas, akan tetapi bagaimana kita
mempelajarinya secara langsung...kita perhatikan bagaimana ustadz Abbas Assisi
menjelaskannya kepada kita:[55]
1. Suatu
hari aku naik bis, naiklah seorang pemuda berjenggot berumur tujuh belasan,
lalu duduk di sampingku, orang berjenggot saat itu masih dianggap asing. Aku
bergerak ke arahnya dengan pelan untuk berkenalan dengannya sebelum dia meninggalkan
bis dan hilang kesempatan, aku menghadap ke arahnya dengan tersenyum tipis
smbil berkata: “Apakah anda memelihara jenggot karena adat atau ibadah?”, dia
tidak paham dengan pertanyaanku, lalu aku ulang, “Karena mengikuti sunnah atau
karena yang lain?” Dia menjawab, “Ya, itu adalah sunnah dari Rasulullah
saw...lalu aku berkata: “Masya Allah, Allah Akbar”, kemudian aku cepat
menyambung, “Saudaramu seiman...dari Rasyid saya seorang pedagang”, lalu dia
berkata: “Saudaramu seiman...pelajar di Madrasah Aliyah Abbasiyah,” lalu aku
hafal nama dan alamatnya langsung.
2. Dalam
setiap perjalanan aku selalu membawa mush-haf, koran atau majalah...dan
kebiasaan orang yang duduk di sampingmu ketika kamu membaca koran dia akan
mencuri pandang untuk ikut membaca...dalam hal ini kamu bisa meminjamkan
kepadanya, dan setelah dia membacanya dia akan mengembalikannya dan berteima
kasih. Kemudian kamu bisa membuka percakapan dengannya tentang salah satu
berita di koran dan berkembang pembicaraan sampai akhirnya terjadi perkenalan.
3. Ketika
aku duduk di suatu tempat ada orang yang tidak aku kenal duduk di sampingku,
aku berpikir bagaimana memulai percakapan. Ternyata kulit orang itu putih
bersih, lalu aku ajukan satu pertanyaan, “Apakah anda dari Sudan?”, dengan
kaget dan terheran-heran dia melihat ke arahku, seakan dia ingin mengatakan
apakah anda buta? Akan tetapi dengan cepat aku katakan, “Jangan marah..., saya
kenal beberapa orang Sudan berkulit putih...”, kemudian aku katakan, “Baik,
anda dari negara mana?” kemudian kami larut dalam pembicaraan setelah aku
hancurkan dinding kebisuan antara kami.
4. Kami
sedang dalam perjalanan dari kota Iskandariyah menuju kota Asyut, ibukota
dataran tinggi Mesir. Karena perjalanan cukup jauh kami membawa sejumlah
sandwich. Dengan kehendak Allah kereta mogok di perjalanan lebih dari dua jam.
Maka beberapa ikhwah membagikan sebagian makanan kepada para penumpang sebagai
realisasi dari sabda Rasulullah saw “Barang
siapa mempunyai kelebihan bekal hendaklah memberikan kepada yang tidak punya
bekal”(HR. Muslim)...dan dengan ini kami membuka pintu perkenalan.
5. Sebelum
menemukan cara-cara yag islami dalam berda’wah kepada Allah swt, aku berijtihad
untuk menemukan cara untuk bisa berkenalan, dan diantara yang aku ingat: pada
suatu kali aku menginjak kaki salah seorang penumpang trim yang berdiri di
sampingku, dia berteriak dengan keras di mukaku, “Apakah kamu buta?!” Aku jawab
dengan tanpa ekspresi, “Jangan marah saudaraku, saya memang setengah buta
karena pandanganku lemah”. Orang itu berbalik jadi merasa kasihan dan minta
maaf atas sikapnya, maka aku dengan sigap mengambil kesempatan untuk
berkenalan.
Saudaraku,
untuk memulai da’wahmu dengan permulaan yang benar;
“CIPTAKANLAH CARA-CARA UNTUK BISA BERKENALAN”
hafalkanlah
NAMANYA SEKETIKA
“ingatlah bahwa nama seseorang
itu adalah nama yang paling dia cintai”[56]
Ya...
kita lebih mencintai nama kita dari pada nama yang lain, karena itu...kapan
saja kamu ingat nama seseorang kemudian kamu menemuinya dan memanggilnya dengan
nama itu dengan benar, percayalah bahwa kamu telah menempuh setengah perjalanan
menuju hatinya...
“Sesungguhnya
diantara pelajaran terpenting yang diambil oleh para politikus, adalah
pelajaran ini: Sesungguhnya mengingat nama salah seorang pemilih adalah
setengah perjalanan untuk menjadi terkenal, adapun melupakannya adalah setengah
perjalanan untuk kecewa dan terpuruk.”[57]
Untuk
itu menghafal nama-nama adalah merupakan unsur yang penting dan berpengaruh,
tanpanya tidak akan terjadi penyatuan hati, dan tidak akan melahirkan saling
percaya, itu adalah benang pertama yang menghubungkan antara hati-hati itu,
dansebatas kemampuanmu menghafal nama-nama itu sebatas itulah keberhasilanmu
dalam berda’wah...
Di
sini timbul masalah besar...karena bagaimana mungkin kita bisa menghafal nama
semua orang yang kita kenal...sedangkan mereka itu banyak sekali dengan
keterbatasan memori kita, dan kesibukan kita dengan berbagai hal yang
lain...untuk itu kita beri kesempatan kepada ustadz kita yang mulia Abbas
Assisi untuk menjelaskan kepada kita cara yang bisa membantu kita untuk
menghafal nama-nama itu katanya:
1. Kita
harus mempunyai keinginan yang kuat untuk menghafal nama-nama itu.
2. Ketika
memulai perkenalan dalam keadaan siap, membuka hati dan akalnya untuk menerima
nama itu –semua atau sebagiannya- kemudian memantaunya di memori sampai kuat
dan mulai memakainya dengan lawan bicaranya.
3. Nama
itu terdiri dari tiga potongan, namanya sendiri, nama orang tuanya dan nama
keluarga. Sedangkan nama yang dekat dengan hati lawan bicaramu adalah namanya
sendiri atau gelarnya (Abu Fulan), jika ditambahkan dengan nama keluarga akan
lebih baik, kebanyakan nama keluarga terdengar aneh hal ini memudahkan untuk
menghafalnya.
4. Ketika
kita mengenal nama baru, kita harus menyandingkan dengan nama-nama yang sudah
ada sehingga memudahkan untuk menghafal.
5. Diantara
hal penting saat berkenalan adalah memusatkan perhatian pada ciri-ciri orang
yang kita kenal; apakah dia punya jenggot, memakai kaca mata, warnanya,
suaranya, tinggi rendahnya, kemudian pekerjaan dan momentum yang mempertemukan
itu.
6. Untuk
menguatkan nama-nama itu dalam memori kita, tidak ada salahnya menuliskan nama
orang yang kamu kenal kemudian berusahalah untuk memanggilnya dengan namanya
jika bertemu dan berkirim surat saat dia pergi.
7. Mengingat
apa yang telah lalu ketika bertemu setelah itu, kemudian momentum yang
mempertemukanmu dengan pertama kali, hal ini akan membantumu untuk memnggil
dengan namanya.
“Imam
Al-Banna adalah seorang da’i yang paling perhatian untuk menghafal nama, ketika
keluar keputusan pengadilan militer untuk memindahkannya ke kota Qona di
dataran tinggi Mesir tahun 1941, dalam salah satu acara yang diadakan oleh
pemuda kepanduan untuk menyambutnya, dan hal ini adalah yang pertama kali
mereka akan melihatnya pada acara itu beliau menyalami sebagian mereka dan menyebut
namanya, ketika ditanya tentang hal itu beliau menjawab: “Ketika aku
menandatangani kartu anggota kepanduan, aku menghafal gambar dan namanya.”[58]
“Kita
menghabiskan setengah waktu kita untuk berkenalan, berbasa-basi dengan beberapa
kalimat yang kering kemudian kita tidak bisa mengingat namanya saat tiba waktu
untuk berpisah.”[59]
Betapa
malunya ketika kamu bertemu dengan orang yang pernah kamu kenal kemudian dia
bertanya akan namanya padamu lalu kamu tidak bisa menjawabnya.
Saudaraku,
untuk memulai da’wahmu dangan permulaan yang benar;
“BERUSAHALAH UNTUK MENGHAFAL NAMA ORANG YANG KAMU KENAL”
LANGKAH KEDUA: MEMILIH/MENYELEKSI
Da’wah berjalan berjalan berkat seleksi...
Sebatas keberhasilan seleksi sebatas itulah keberhasilan
da’wah...
Proses seleksi mempunyai beberapa unsur pendukung yang
tidak akan berhasil tanpanya...
Kita semua harus mengetahui dan menerapkannya...
Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abdullah bin
Umar ra dia berkata: “Aku mendengar Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya
manusia itu seperti seratus onta...
Kamu tidak mendapati satupun yang layak untuk
berkendara...”
SELEKSI: MENGAPA DAN BAGAIMANA?
Akhir
yang baik berasal dari permulaan yang bersih...
Dan
barang siapa yang benar permulaannya maka akan benar akhirnya...
Ya...seleksimu
yang baik terhadap orang yang kamu da’wahi sejak dari awal akan menjamin
kesuksesan bersamanya di akhirnya, jika kamu melakukan seleksi dengan jelek,
kamu akan menyusahkan diri sendiri kemudian hanya akan mendapatkan sedikit
keberhasilan.
Memang...da’wah
fardiah terlaksana berdasarkan seleksi, dan terpusat pada seleksi yang baik dan
teruji, begitulah adanya da’wah itu sejak masa nabi saw, bukan da’wah ‘amah,
“da’wah itu terlaksana berdasarkan seleksi terhadap individu, dan penilaian
da’i terhadap tabiat mad’u...kita dapati bahwa orang pertama yang beriman
adalah Khadijah ra; istri Nabi saw, Abu Bakar ra; teman dekatnya, Ali bin Abi
Thalib; anak asuhnya yang tinggal serumah dengan beliau saw yang bisa disamakan
dengan anaknya sendiri, dan Zaid bin Haritsah; pembantunya.
Ketika
Abu Bakar ra berangkat untuk berda’wah beliau memilih jalannya sendiri. Ibnu
Ishaq berkata: “Kemudian Abu Bakar bin Abu Quhafah masuk Islam...lalu beliau
mulai menda’wahi orang yang percaya kepadanya diantara kaumnya kepada Allah dan
Islam, maka masuk Islam di tangannya: Utsman bin Affan, Zubair bin Awwam,
Abdurrahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqas, dan Thalhah bin Ubaidillah.[60]
Manusia
bukanlah hanya terdiri dari satu jenis golongan, mereka berbeda-beda dalam
kedekatannya terhadap da’wah ini. Mari kita dengarkan hadits Abu Musa
Al-Asy’ari ra yang dia riwayatkan dari Nabi saw, beliau bersabda: “Perumpamaan
hidayah dan ilmu yang aku diutus dengannya seperti air hujan yang turun ke
bumi, ada diantaranya: 1. Tanah yanga baik (subur), menyerap air lalu
menumbuhkan rumput yang banyak...2. tanah keras, menampung air lalu Allah
memberikan manfaat darinya kepada manusia, mereka minum, dan bercocok
tanam...3. Tanah rawa, tidak menampung air dan tidak menumbuhkan
rumput-rumputan...itulah perumpamaan orang yang memahami agama Allah dan
memanfaatkan apa yang aku telah diutus dengannya lalu dia mengetahui dan
mengajarkannya...dan perumpamaan orang yang tidak memperdulikannya dan tidak
menerima hidayah Allah yang aku diutus dengannya.”[61]
Ya
...begitulah manusia ada tiga golongan[62]:
Golongan
yang berakhlak islam...
Adalah
orang yang menunaikan berbagai ibadah, meramaikan masjid dan menjauhi hal-hal
yang diharamkan, tidak lupa mengerjakan yang sunnah, itulah orang yang
memelihara hak-hak Allah, takut dan selalu merasa berada dalam
pengawasannya...dan tidak menguranginya melainkan aktif berbuat untuk Islam.
Golongan
yang berakhlak dasar...
Orang
yang melakukan sebagian ibadah, akan tetapi dia terang-terangan melakukan
ma’siat, tipe manusia aktif di masyarakat, jantan menjaga kehormatan dan punya
keberanian, dermawan, dan terhormat.
Golongan
yang berakhlak jahiliyah...
Adalah
golongan terendah, selalu mendapatkan cacian dan dijauhi orang di sekelilingnya
karena akhlaknya yang buruk, itulah tipe orang yang disebutkan Rasulullah saw,
“Sesungguhnya orang yang paling buruk kedudukannya pada hari kiamat adalah yang
dijauhi orang karena takut tingkah lakunya yang buruk.[63]
Untuk
menda’wahi golongan pertama ini tidak banyak halangan, untuk bisa
menundukkkannya adalah hal yang mudah insya Allah, dengan sedikit usaha akan
menjadi baik keadaannya, dan akan memberikan hasil yang baik...oleh karena itu
golongan ini mendapat prioritas utama terutama jika da’i baru sebagai pemula
dalam da’wah dan belum mempunyai pengalaman dalam da’wah.
Kemudian
prioritas kedua adalah golongan kedua, rintangannya sedikit lebih berat dari
pada yang pertama. Akan tetapi kebanyakan hasil yang dicapai cukup memuaskan,
dan akan lebih baik seandainya penanganannya diserahkan kepada yang punya
pengalaman dalam berda’wah.
Dan
golongan ketiga mendapatkan prioritas terakhir, karena membutuhkan banyak kerja
berat, waktu yang panjang, dan hasil yang dicapaipun kadang kurang
memuaskan...dan ini harus ditangani oleh da’i yang sudah banyak pengalaman
dalam berda’wah.
Inilah
qoidah umum...qoidah yang sudah jelas benarnya. Contohnya: “Seseorang berdiri
di bawah pohon apel yang sedang berbuah, lalu dia memetik buah yang berada
dalam jangkauan tangannya, ketika habis buah yang dalam jangkauannya dia
memetik yang lebih jauh yaitu kelompok kedua...sampai ketika habis buah itu
kecuali kelompok ketiga yang berada jauh dari jangkauannya pada bagian yang
tertinggi dia akan tertinggal, adakalanya dia akan berusaha mencari sekuat
tenaga sampai dapat, atau dibiarkan sampai jatuh dengan sendirinya.”[64]
“Akan
tetapi urutan ini bukanlah merupakan hal yang baku yang harus diikuti apa
adanya, barangkali seorang da’i mendapatkan suatu kondisi tertentu dengan izin
Allah sehingga urutan ini berubah:”[65]
Seorang
muslimah keluar dari Makkah berhijrah ke Habasyah, Umar menemuinya –saat itu
dia masih musyrik- lalu dia berkata: “Wahai Ummi Abdullah anda juga
berangkat?”, “Ya, kalian telah menyakiti kami, memaksa dan mengusir kami dari
negeri kami”, Umar berkata: “Semoga anda selamat”. Lalu dia mendatangi suaminya
dan menceritakan apa yang dia lihat dari kelembutan hati Umar. Suaminya
berkata: “Apakah kamu berharap Umar akan masuk Islam?! Wallahi, dia tidak masuk
Islam sebelum khimar Al-Khathab masuk Islam”, keputusasaan ini tak akan timbul
dalam diri sahabat itu seandainya dia tidak melihat ‘peperangan dahsyat’ yang
dikobarkan oleh Umar terhadap Islam.”[66]
Kemudian
dengan kehendak Allah swt Umar masuk Islam. Yang seperti Umar adalah Khalid bin
Walid, Amr bin Ash dan banyak lagi yang lain.
Jadi
kita memilih yang lebih dekat dengan da’wah kita, dan yang lebih mudah untuk
sampai kepada da’wah kita, kita berikan tugas kepada setiap da’i sesuai dengan
kemampuannya, kemudian kita berserah diri bahwa hidayah itu dari sisi Allah
swt.
“Akan
tetapi masyarakat muslim keadaannya sama dengan masyarakat yang lain, terdiri
dari berbagai macam golongan dan tabiat, ada orang tua, pemuda dan anak-anak,
ada yang berpengetahuan luas, sedang dan minim, ada yang berakhlak islami dan
ada yang tidak berakhlak dengan sebagian besar akhlak islam, ada yang penyabar
dan ada yang emosional, ada yang sombong dan ada yang tawadhu’, ada yang
semangat dan sibuk dengan agamanya dan ada yang sibuk dengan urusan dunia, ada
yang punya fikrah tertentu dan ada yang tidak...dan seterusnya.”[67]
Lalu
dengan siapa kita mulai yang pertama kali, dan kepada siapa kita berikan
prioritas utama?... Akan kita coba membahasnya secara obyektif:
1. umur:
Kamu
harus mulai dari yang usianya paling dekat dengan usiamu, akan lebih baik kalau
kamu lebih tua atau minimal seumur, karena menda’wahi remaja akan sulit bagi
orang sudah berumur lanjut. Dan secara umum da’wah harus difokuskan pada
tahapan usia pemuda, secara khusus adalah usia SLTA dan Universitas. Karena
pemuda punya keistimewaan dengan semangat yang tinggi dan totalitas dalam
berda’wah, tanpa disibukkan dengan urusan dunia.
Kita
juga tidak melalaikan da’wah terhadap anak-anak...karena anak-anak sekarang
adalah pemuda esok, kita dengarkan Imam Syahid berkata: “Aku ingin seandainya
bisa menyampaikan da’wah ini kepada setiap anak yang dilahirkan.”
2. Yang
dekat bukan yang jauh:
Mulailah
dengan yang dekat tempat tinggalnya denganmu, dekat kelas di sekolah, mulailah
dengan yang dekat darimu dalam profesi dan pekerjaan, karena mereka semua punya
hubungan yang alami denganmu, adapun yang jauh dan tidak ada hubungan akan
memerlukan waktu yang lama sampai kita bisa menanamkan kepercayaan yang
diharapkan kepadanya...
Kemudian
ada masalah penting yang lain, kita harus mulai dari yang dekat dengan hati
kita, yang kita merasa enjoy dan lebih kita senangi dari pada yang lainnya jika
dia punya pendukung-pendukung yang lain. Menda’wahi orang ini jelas lebih mudah
dan pendekatanpun akan lebih cepat.
3. Sifat-sifat
kepribadian:
Sifat-sifat
ini penting sekali dan akan membantu untuk cepat sampainya da’wah kepada mad’u,
secara global adalah sebagai berikut:
- Tawadhui’
dan tidak takabbur; takabbur adalah penghalang besar untuk sampainya da’wah
kepada mad’u.
- Sedikit
bicara; orang yang banyak bicara tidak bisa menyimpan rahasia dan ini sangat
berbahaya.
- Kesiapan
untuk disiplin dan taat; karena ada orang yang hanya melihat dirinya sendiri
dan menyangka dirinyalah yang paling berhak untuk memimpin di setiap tempat.
- Keberanian;
tidak seharusnya seorang da’i itu pengecut, takut terhdap fitnah dan rintangan
dalam perjalanan.
- Sifat-sifat
yang lain, seperti dermawan dan tidak kikir, luwes dan gampang berkenalan,
lemah lembut dan lain sebagainya.
4. Mulailah
dengan orang yang pikirannya masih kosong:
Yaitu
orang yang dalam otaknya tidak ada pikiran yang aneh, seperti meyakini bahwa
Islam tidak universal ajarannya, atau terbatas di dalam masjid saja, memilih
jalan kekerasan dan kekuatan, atau berdiam diri di masjid dengan maksud untuk
membersihkan jiwanya... Seorang muslim yang pikirannya masih kosong dari pikiran-pikiran
semacam ini jauh lebih mudah dari pada mereka, karena kebanyakan mereka adalah
pendebat dan kamu akan menghabiskan banyak waktu untuk berdebat dan diskusi.
5. Mulailah
dengan pemuka masyarakat:
Jika
orang yang kamu da’wahi adalah sekelompok orang yang saling mencintai, dan kamu
ingin menarik mereka terhadap da’wahmu, kamu harus memilih pemuka mereka yang
paling berpengaruh, kalau bisa mengajaknya meskipun butuh beberapa waktu
kemungkinan besar akan bisa menarik mereka semua...
Ketika
Usaid bin Hudhair masuk Islam di tangan Mus’ab bin Umair dan As’ad bin Zarah,
dia berkata kepada keduanya: “Sesungguhnya di belakangku ada orang yang jika
dia mengikutimu tidak satupun dari kaumnya akan membangkang, aku akan
mengajaknya kepadamu sekarang...dia adalah Sa’ad bin Muadz”...Ketika Sa’ad bin
Muadz ra masuk Islam dia kembali ke kaumnya lalu mengumpulkan mereka di satu
dataran tinggi kemudian dia berkata: “Saya tidak akan mendengarkan perkataan
kalian sampai kalian masuk Islam,” maka mereka semua masuk Islam...
“Mungkin
ada orang yang mengatakan bahwa sifat-sifat ini sangat jarang bisa didapatkan
pada satu orang, dan ini benar, akan tetapi hendaklah kita bersungguh-sungguh
dalam memilih dan kita abaikan beberapa sifat pada saat darurat sambil berusaha
untuk memenuhinya bersama berjalannya waktu...
Sesungguhnya
tiap-tiap orang membutuhkan bentuk tertentu untuk menda’wahinya, tidak
sepantasnya kita menyatakan bahwa tipe orang tertentu tidak layak untuk
dida’wahi, akan tetapi mungkin aku tidak cocok menda’wahinya dan cocok bagi
orang lain.”LANGKAH KETIGA: PENDEKATAN
Sesungguhnya
hati manusia adalah kunci dari kerja mereka …
Jika kamu telah berhasil
menguasai kendali hati temanmu maka kamu telah menguasainya dengan penuh…
Akan tetapi …bagaimana mencapai hal itu, sedang jalan
untuk menuju ke hal itu sangat sulit…
Ada lima belas cara dari Al
Qur-an dan As Sunnah yang akan menunjukkan kamu ke arah itu kemudian
pelajarilah bagaimana menjadikan manusia bias mencintaimu…
Itulah seni berda’wah….
Imam Ahmad dan
Thabrani meriwayatkan dari Sahal bin
Sa’ad ra dia berkata: “Rasulullah saw bersabda: ‘Seorang mu’min itu lembut dan
ramah…Tidak ada kebaikan pada orang yang tidak ramah dan tidak disenangi…”.
DIA
HARUS MENYENANGIMU DULU
“Sesungguhnya seorang
kekasih taat pada kekasihnya…”
Kalimat
di atas adalah sepenggal dari kata hikmah yang diucapkan oleh seorang penyair
ahli hikmah, melihat suatu masalah dengan sangat jeli... Adapun yang
mendorongnya untuk taat ada dua hal:
¨
adakalanya
terpaksa atau takut, ini tidak boleh terjadi dalam da’wah
¨
adakalanya
karena cinta dan kepercayaan
Kuasailah kendali hati
saudaramu lebih dahulu sebelum kamu menganjurkannya untuk melakukan kebaikan
atau melarangnya berbuat kemungkaran.
Perlukah kiranya untuk
banyak berdebat jika kamu disuruh oleh orang yang kamu cintai atau dia
melarangmu…begitu jugalah dengan manusia pada umumnya, hati-hati mereka itulah
kunci dari amal mereka.
Langkah yang penting sekali
dalam da’wah fardiah adalah dekatnya hubungan antara hatimu dan hati mad’u,
hendaknya yang menyatukan itu adalah rasa saling cinta…”dan sebatas perhatian
dan perasaanmu terhadapnya, sebatas itulah mad’u akan memberikan perhatian dan
tanggapan dari apa yang disampaikan padanya.”[68]
Kita menginginkan hati kita
terbuka terhadapnya, sehingga tersingkaplah apa yang ada pada diri kita dan
juga mad’u, serta untuk meningkatkan levelnya agar menjadi sama dengan level
kita.
Keterbukaan hati dari
sebagian orang kepada sebagian yang lain termasuk langkah yang penting, jika
kita berhasil dalam hal ini maka kita akan berhasil insya Allah…[69]
Seorang da’i yang bijaksana
adalah orang yang mendapat taufiq dari Allah untuk membuka hati yang terkunci
secara lemah lembut, memperlakukannya dengan penuh kasih sayang, menampakkan
rasa sayang saat bicara padanya, dengan begitulah hati yang keras menjadi lunak
dan tubuh yang ma’siat jadi sadar dan istiqomah, karena apa yang berasal dari
hati akan sampai ke hati, sedang yang berasal dari mulut hanya akan sampai di
telinga.
Kalau kamu sudah
berpengalaman menyelami jiwa manusia, ketahuilah bahwa jiwa itu bisa melakukan
penyimpangan dan pembangkangan, khususnya jika telah lewat masa yang panjang
tanpa siraman penyejuk … Saat itu jika kamu langsung melakukan perbaikan, hal
itu akan dianggap sebagai satu benturan, untuk itu kamu harus berlemah lembut
dalam memperlakukannya, kenalilah jalan-jalan menembus hati untuk bisa masuk ke
dalamnya.[70]
Perasaan dan ungkapan hati
adalah bahasa universal yang digunakan da’i untuk menghadapi semua orang di
muka bumi, sampai dengan orang yang bisu sekalipun. Bahasa ini adalah koin emas
yang dipakai di seluruh dunia. Demikianlah, dengan bahasa ini kaum muslimin
generasi awal telah menaklukkan dunia barat dan timur, mereka ibarat obor-obor
penerang dan lampu-lampu petunjuk…[71]
Allah swt berfirman: “Maka
karena rahmat dari Allah engkau berlaku lemah lembut, kalau seandainya engkau
berlaku kasar, dan keras hati sungguh mereka akan lari dari sekelilingmu”.[72]
Inilah rahasia dari
keagungan Nabi saw, beliau menguasai hati para mad’unya, perkataannya baik dan
menyejukkan bagi orang yang mendengarnya…adakah kamu melihat bahwa kita
beruswah kepada Rasulullah saw?!
Mulai dari sekarang
hendaklah kita mencoba untuk menggunakan cara-cara ini dalam berda’wah, cobalah
kepada setiap orang yang kamu da’wahi. Kita coba dengan teman-teman kita di
bangku sekolah, di tempat kerja, dengan tetangga dan dengan orang yang yang ada
di sekitar kita. Sebelum itu kita coba dengan keluarga, saudara, ibu dan bapak
kita.
Kita melihat pada zaman ini
sesuatau yang benar-benar aneh dari sebagian pemuda, sebelum komitmen dengan
keislamannya dia tampak ramah, murah senyum, berbakti pada dua orang tuanya,
lemah lembut dengan keluarganya, mencintai saudara-saudaranya, menjaga
silaturahmi, menyayangi tetangganya, merendahkan diri terhdap orang-orang yang ada
di sekelilingnya. Ketika Allah swt memberikan nikmat kepadanya dengan nikmat
islam malah dia pahami sesuai dengan hawa nafsunya, kamu melihatnya selalu
bermuka masam, tidak ada lagi seulas senyum di kedua bibirnya, tidak lagi
menyayangi anak kecil, tidak menghormati yang lebih tua, menghardik ibunya,
berlaku kasar pada bapaknya, memutuskan hubungan dengan saudaranya. Kamu hanya
melihatnya selalu menganggap remeh setiap orang yang dilihatnya, apalagi kalau
dia berselisih pendapat dengannya.[73]
Apakah kamu melihatnya masih termasuk salah seorang da’i?!
Waspadalah saudaraku, dan
hati-hatilah untuk mengajak orang kepada amar ma’ruf nahi mungkar, atau
berdebat sebelum kamu bisa masuk dan menguasai hatinya... Karena pembicaraan
apapun sebelum itu akan membuatnya lari dan menolaknya.[74]
Sebagian besar da’i
melakukan kesalahan ini, mereka memberikan nasehat-nasehat kepada setiap orang
yang baru mereka kenal atau bahkan mereka belum berkenalan, akan tetapi... Apa
yang mereka dapatkan..?! Tidak diragukan lagi bahwa mereka hanya akan menuai
kemarahan, dan penolakan. Saudaraku, janganlah terburu-buru untuk memetik buah
sebelum matang. Karena setiap sesuatu ada waktunya tersendiri. Sedangkan
langkah ini perlu waktu yang lama, beberapa minggu, atau sampai beberapa bulan...
akan tetapi janganlah kamu menjadi ....
Ingatlah selalu
saudaraku...
“KUASAILAH KENDALI HATI SAUDARAMU LEBIH DAHULU SEBELUM
AMAR MA’RUF DAN NAHI MUNGKAR”
BAGAIMANA MENUNDUKKAN HATI MANUSIA
Sekarang ....segera mulailah untuk mendekati obyek
da’wahmu, berusahalah untuk menawan hatinya, penuhilah hatinya dengan kecintaan
padamu, jika kamu berhasil melakukan itu, sudah pasti keberhasilan yang kamu
dapatkan, jika tidak maka keberhasilan akan sulit kamu dapatkan ...mulailah
segera dari sekarang..
Akan tetapi...tunggulah
sebentar...Bagaimana kamu bisa melakukan itu semua? Tahukah kamu jalan untuk
menuju ke hati itu? ...Saya tidak ragu bahwa kamu tahu sebagiannya, sedangkan
sebagian yang lain belum kamu ketahui...
Saudaraku, ambillah resep
ini, ini adalah resep sihir agar kamu bisa menawan hati orang, memenuhi hatinya
dengan kecintaan kepadamu. Berusahalah untuk mengikutinya kemudian cobalah.
1.
Abu
Hurairah ra meriwayatkan, Rasulullah saw bersabda: “Jika Allah mencintai
seorang hamba Dia memanggil malaikat Jibril, ‘Wahai Jibril, sesungguhnya Aku
mencintai si fulan maka cintailah dia’, lalu Jibril mencintainya, Jibril lalu
menyerukan kepada penghuni langit: ‘Sesungguhnya Allah swt mencintai si fulan
maka kalian cintailah dia’, maka penghuni langit pun mencinatainya...kemudian
dijadikanlah dia dicintai oleh penghuni bumi.[75]
Memang...penerimaan
dimuka bumi hanya dijadikan bagi orang yang dicintai oleh Allah swt...Inilah
Rasulullah saw –kekasih Allah- Allah menjadikannya diterima di muka bumi,
sebagaimana sahabatnya menyifatinya: “Saya tidak melihat sesuatupun yang lebih
baik darinya”, “Jika kamu melihatnya kamu segan kepadanya, jika kamu bergaul
dengannya maka kamu akan mencintainya”.
Bersungguh-sungguhlah
saudaraku untuk mendapatkan kecintaan Allah swt dan ridho-Nya, maka Allah akan
membukakan bagimu kunci-kunci hati itu, dan mendapatkan tempat di hati penghuni
bumi.
Ketahuilah
saudaraku, bahwa cinta Allah swt kepadamu tidak akan kamu dapatkan kecuali jika
kamu mencintai-Nya, dan diantara ataufiq Allah kepada hamba-Nya, serta tanda
cinta-Nya adalah petunjuk-Nya untuk mencintai-Nya...
Allah swt
berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman, barangsiapa yang murtad dari
agamanya, maka Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka
dan mereka mencintai Allah”.[76]
Oleh karena itu
perintah pertama dari Rasulullah saw kepada para sahabatnya setelah hijrah
adalah sebagaimana terungkap dalam sabdanya, “Cintailah Allah sepenuh hati”.[77]
Juga dalam
salah satu doanya, “Ya Allah aku mohon cinta-Mu, dan cinta orang yang mencintai-Mu,
serta amal yang akan menyampaikanku pada cinta-Mu, ya Allah jadikanlah cinta-Mu
sesuatu yang paling aku cintai…”.[78]
Ketahuilah
saudaraku, bahwa tanda cintamu kepada Allah swt adalah taat dan tidak ma’siat
padanya. Adakah seorang kekasih membangkang pada kekasihnya?!
Kamu ma’siat pada Allah sedang kamu mengaku cinta
Demi umurku ini qiyas yang berlawan
Tentu kamu taat seandainya kamu cinta
Sungguh kekasih pada kekasihnya tak melawan
Tanda cintamu pada Allah yang lain
adalah memperbanyak dzikir pada pagi dan sore hari, serta pada setiap
kesempatan, tidakkah kamu melihat bagaimana seorang kekasih tidak bosan untuk
mengingat kekasihnya?!
Ada orang dulu
yang mengatakan:
“Jika seorang
penganggur merasa bosan dengan keadaannya, maka tidak akan bosan orang-orang
yang mencintaimu untuk mengingatmu”.[79]
Diantara tanda
cintamu juga kepada Allah swt adalah mencintai apa yang dicintai oleh Allah
swt, membenci apa yang dibenci oleh Allah swt, cinta dan benci karena
Allah…Rasulullah saw bersabda: “Seorang hamba tidak akan mendapatkan iman yang
jelas sampai dia bisa mencintai dan membenci karena Allah, jika dia cinta dan
benci karena Allah maka dia berhak mendapatkan kewalian dari-Nya…Sesungguhnya
wali-wali-Ku adalah dari hamba-hamba-Ku, dan kekasih-kekasih-Ku adalah dari makhluq-Ku
yang mereka mengingat-Ku dan Aku pun mengingat mereka”.[80]
Diantara tanda
cintamu pada Allah juga adalah memperbanyak amalan ibadah sunnah untuk
mendekatkan diri pada-Nya, dan meninggalkan dosa-dosa kecil karena takut
pada-Nya…”Yang paling Aku senangi adalah jika hamba-Ku mendekatkan diri pada-Ku
dengan melaksanakan yang Aku wajibkan padanya, dan dia terus mendekatkan diri
pada-Ku sampai Aku mencintainya”.[81]
Fudhail bin
‘Iyadh berkata: “Sesungguhnya Allah swt berfirman: “Bohong orang yang
mendakwakan cinta pada-Ku sedang dia tidur dari-Ku (tidak munajat pada-Ku)…
bukankah seorang kekasih menginginkan untuk berdua dengan kekasihnya?!”.[82]
Kemudian
ketahuilah saudaraku, bahwa cinta Allah adalah rahasia besar, tidak
terungkapkan oleh kata-kata, maka bersungguh-sungguhlah untuk mendapatkan apa
yang kamu mampu melakukannya, dengarkanlah munajat Dawud Ath Thay pada malam
hari:
“Resah
karena-Mu meniadakan keresahan yang lain, dan menghalangi tidurku
rinduku untuk
melihat-Mu menghilangkan kelezatan yang lain
menghalangiku
dari mengikuti syahwat, maka aku mengharap penjara-Mu wahai Yang Maha Pemurah”.
Saudaraku:
Jika kamu ingin dicintai oleh orang lain
“RAIHLAH CINTA ALLAH PADAMU DENGAN CINTA
YANG TULUS PADANYA”
2. Dosa-dosa yang menyebabkan pelakunya dikucilkan
Aisyah ra
menulis surat kepada Muawiyah ra: “Amma ba’du ... Sesungguhnya seorang hamba
jika melakukan ma’siat kepada Allah,
pujian terhadapnya akan berubah menjadi celaan”[83]
Abu Darda’ ra
meriwayatkan dia berkata: Rasulullah saw besabda: “Hendaknya seorang waspada
terhadap laknat yang datang dari hati kaum mu’min secara tak sadar”. Kemudian
beliau bersabda: “Tahukah kamu apa
sebabnya?” Aku berkata: “Tidak” Beliau bersabda : “Sesungguhya ketika seorang
hamba melakukan ma’siat kepada Allah, Allah akan menjadikan kemarahannya
di hati
kaum mu’minin, sedangkan dia tidak menyadarinya”.[84]
Diantara efek
dari perbuatan maksiat adalah ketidakramahan yang terjadi antara dia dengan
manusia pada umumnya, lebih-lebih dengan orang-orang soleh yang ada diantara
mereka.[85]
Akibat yang
lain dari maksiat adalah bahwa masalah atau urusan yang dia hadapi tidak
terpecahkan atau dengan susah payah baru bisa dipecahkan...aneh memang,
bagaimana seorang hamba mendapati pintu-pintu kebaikan dan kemaslahatan
tertutup sedangkan dia tidak tahu apa penyebabnya.[86]
Akibat-akibat
yang lain dari maksiat itu adalah:
¨
Pelaku
maksiat mendapati hatinya keras
¨
Dia
mendapati kegelapan dalam hatinya sebagaimana dia merasakan kegelapan malam
yang pekat
¨
Dosa-dosa
itu menjadi sebab terhinanya dia di
hadapan Tuhannya
¨
Dosa-dosa
itu menjadi sebab terputusnya hubungan antara hamba itu dengan Tuhannya
¨
Dosa-dosa
itu menjadi sebab dilupakan dan ditinggalkannya hamba itu oleh Allah swt
¨
Dosa-dosa
itu melemahkan perjalanan hati menuju Allah swt dan negeri akhirat, merintangi,
menghentikan dan membelokkannya dari perjalannya itu jika dia tidak
mengembalikannya ke jalan semula.[87]
Kamu lihat dengan dosa hati itu dimatikan
Bahkan jadi hina orang yang kecanduan
Hati jadi hidup
karena dosa ditinggalkan
Bagi dirimu meninggalkannya suatu kebaikan
Itulah keadaan
seseorang dengan Tuhannya...lalu bagaimanakah lagi hubungannya dengan manusia?!
Yang harus kamu lakukan jika kamu ingin disenangi
manusia:
“TINGGALKANLAH SEMUA DOSA BAIK YANG KECIL MAUPUN YANG
BESAR”
3. Ketika kita mendapati sisi yang baik pada diri
seserang, kita tahu bahwa di sana banyak
kebaikan yang tidak terlihat oleh mata
pada awal kesempatan...
Sungguh
saya sudah mencobanya...Saya telah
mencoba dengan banyak orang ... sampai dengn orang-orang yang kelihatannya pada
awalnya saya kira mereka adalah orang-orang jahat atau minimal tak
berprikemanusiaan...
Sedikit lembut
atau ramah atas kesalahan dan kebodohan mereka, sedikit rasa kasih sayang yang
hakiki kepada mereka ... maka akan tersingkap bagimu sumber kebaikan pada diri
mereka, ketika mereka memberikan cinta dan kasih sayang serta kepercayaannya.[88]
Saat melihat
orang yang biasa melakukan maksiat kita kebanyakan melihatnya dengan pandangan
merendahkan, marah dan permusuhan bahkan pada suatu saat kita terdorong untuk
melawan dan menentangnya... Tahukah
kamu apa yang terjadi kalau kita melihatnya dengan pandangan simpati dan
kasih sayang? Sungguh pasti mereka akan
memberikan cinta dan kepercayaannya kepadamu kemudian mereka akan mendengarkan
dan melihatmu.
Pada suatu hari
seorang badui kencing di masjid, maka
orang-orang di masjid dengan segera berdiri hendak memberikan “pelajaran”
kepadanya, lalu Nabi saw bersabda:
“Biarkan dia sampai selesai, siramlah air kencingnya dengan segayung air...sesungguhnya
kalian diutus untuk memudahkan bukan untuk menyulitkan”.[89]
Sesungguhnya
cita-cita dan tujuan seorang da’i yang mendasar adalah orang ini, lalu
bagaimana kamu memarahi dan menyakitinya sedangkan kamu ingin mendakwahi dan
menunjukinya ...?
Kita melihat
sebagian pemuda kita sesuatu yang benar-benar aneh dan mengherankan dalam
menghadapi manusia, padahal masalahnya masih jauh lebih ringan dari kasus orang badui itu...ada
seorang pemuda memakai kalung dari emas
masuk masjid untuk sholat. Ketika dia hampir selesai dari sholatnya seakan
berlombalah beberapa orang yang hendak
mencegah dan memperingatakannya, bahkan hampir saja membuatnya keluar dari
masjid ...kalau saja mereka paham,
tentulah mereka tahu bahwa pemuda ini datang kepada mereka dari panggung-panggung
pertunjukan dan tempat hiburan dalam keadaan taubat pada Allah swt, seharusnya
yang mereka lakukan adalah gembira dengan kedatangannya dan menyambutnya denga sambutan yang baik.[90]
Kita benci ma’siat dan marah karena Alloh jika melihat seseorang melakukan
ma’siat, akan tetapi kita harus melihat pelakunya sendiri dengan pandangan
sayang/lembut dan simpati.
Allah SWT
berfirman :”Begitulah kalian dulu, lalu Alloh memberikan ni’mat-Nya kepada
kalian”.[91]
Kamu lihat
bagaimana kamu sendiri datang pada da’wah ini saudaraku?
Bukankah dengan
kata-kata yang baik dari saudaramu yang melihatmu berbuat ma’siat?
Bukankah dengan
pandangan kasih sayang dari seorang saudara melihat pada dirimu ada benih-benih
ketaatan itu? Jadi, janganlah kamu kikir dengan kata-kata yang baik dan
pandangan kasih sayang pada orang lain.
Oleh karena itu
kamu seharusnya jika ingin dicintai orang lain ,”pandanglah manusia dengan
pandangan lembut, kasih sayang dan simpati”
4. ....taburkanlah cinta .....maka kamu akan
menuai cinta .
Ya...sesungguhnya
jika kamu ingin dicintai seseorang, maka ikhlaskan dulu dalam mencintinya ketahuilah bahwa sebatas cintamu padanya maka
sebatas itulah cintanya padamu, sebatas keihasanmu padanya sebatas itulah
keikhlasannya padamu. Kita harus memberikan cinta yang tulus kepada seluruh kaum muslimin, kita berikan cinta
pada orang yang taat karena ketaatannya, maka kenapa tidak kita berikan cinta
pada orang yang berbuat dosa dengan
mengharapkannya bertaubat. Ketika tumbuh dalam diri kita benih-benih cinta, rasa
sayang dan kebaikan, kita telah melepaskan
beban dan masalah besar:
¨
Kita
tidak butuh lagi untuk mencari perhatian orang lain, karena saat itu kita berlaku jujur, ikhlas ketika memberikan sedikit
pujian... kita tidak meniadakan satu sisi kebaikan diri seseorang
menghindarkannya untuk menerima kata-kata yang baik, akan tetapi kita tidak
bisa melihatnya kecuali setelah tumbuh dalam diri kita benih-benih cinta.
¨
Begitu
juga kita tidak butuh untuk membeban diri kita dengan rasa dongkol dan bahkan
beban kesabaran atas kesalahan-kesalahan
dan kebodohan-kebodohan mereka karena
kita memhami titik lemah dan
kekurangan itu, kita tidak akan memantaunya untuk mengetahuinya...itu semua
terjadi ketika tumbuh pada diri kita rasa sayang.
Betapa banyak
ketenangan, kelapangan dan kebahagiaan yang kita dapatkan ketika kita
memberikan kepada orang lain rasa kasih sayang, kelamahlembutan dan kepercayaan
kita, saat tumbuh dalam diri kita rasa kasih sayang, kelemahlembutan dan
kebaikan.[92]
Kita harus
mulai dari sekarang untuk menanam benih cinta kepada mad’u kita dalam hati.
Kemudian kita tanam benih cinta kita dalam hatinya, sehingga hubungan antara
kita kuat dan kokoh, “masing-masing dari kita rindu untuk bertemu yang lain,
tidak ingin berpisah, masing-masing menceritakan masalah pribadinya, makan
bersama, keluar bersama... sehingga kita menjadi saudara yang haqiqi karena
Allah.
Kita
harus mengingatkannya akan keutamaan ukhuwah karena Allah dalam tahapan ini,
balasan orang-orang yang saling mencintai karena Allah pada hari kiamat, kita
ingatkan keadaan para sahabat Nabi saw dan para pendahulu yang sholeh dan
lainnya pada masalah ini.
Kita bisa
menggunakan beberapa buku berikut dan yang semisalnya, bisa dengan
memberikannya sebagai hadiah atau kita bawa saat membicarakan masalah ini :
1.
Bab
Ukhuwah karena Allah.... Ihya Ulumiddin, Imam Al Ghazali.
2.
Bab
Ukhuwah karena Allah.... Riyadhush Sholihin.
3.
Ukhuwah
karena Allah... Muhammad Ahmad Rasyid.
4.
Ukhuwah
Islamiyah... Abdullah Nashih Ulwan.
5.
Cinta
Karena Allah... Mustofa Masyhur.
6.
Da’wah
kepada Allah adalah cinta... Abbas Assisi.[93]
Kemudian pada
akhirnya, setelah mad’u memahami makna cinta karena Allah, dan hal ini telah
tertanam dalam lubuk hatinya... kita harus mengungkapkan perasaan kita
kepadanya dengan terus terang sebagaimana diajarkan oleh Rasulullah saw bahwa
kita mencintainya karena Allah, hal ini akan menambah rasa cinta antara kita :
Diriwayatkan
dari Anas ra bahwa ada seorang lelaki di sisi Rasulullah saw, lalu lewatlah di
hadapannya seseorang, dia berkata: “Wahai Rasulullah, sungguh saya mencintai
orang ini, Beliau bersabda: “Sudahkah kamu beritahukan kepadanya?” dia
menjawab: “Belum”, beliau bersabda, “Beritahulah dia!” Lalu dia berkata: “Saya
mencintaimu karena Allah” Orang itu menjawab, “Semoga engkau dicintai oleh
Allah karena telah mencintaiku karena-Nya”.[94]
Ingatlah selalu
saudaraku...
Jika kamu ingin
dicintai orang
“BERIKANLAH
CINTA YANG TULUS KEPADA SEMUA MANUSIA”
5. “Hati itu ada diantara dua jari dari jari-jari
Ar-Rahman, dia membalikkanya sesuai dengan kehendak-Nya”[95]
Kebanyakan kita melupakan causa prima
dan hanya melihat kepada sebab semata, sebagai akibatnya tidak bisa mendapatkan
hasil sebagaimana yang kita inginkan. “Betapa sering sebagian orang menyangka
bisa menundukkan seseorang, tapi ternyata hasilnya nol, dia terhalang untuk
bisa masuk ke dalam hatinya. Pada saat seperti ini dia teringat kelemahan, dan
kekerdilannya, dia hanyalah perantara dari taqdir Allah, dengan menjadikannya
sebagai sebab untuk sampainya da’wah kepada manusia. Lalu dia menghadap Allah
dengan merendahkan diri dan mengakui kelemahannya memohon pada-Nya untuk
membukakan kunci-kunci hati itu.
Kita harus
berdo’a kepada Allah dengan merendahkan diri, kita tampakkan dalam do’a itu
agar kita dijadikan sebab untuk sampainya kebaikan kepada manusia, dan kita
berdo’a bagi orang yang akan kita da’wahi dengan menyebut namanya, semoga allah
membukakan hatinya kepada kita.
Sesungguhnya
do’a adalah rahasia kesuksesan, barangsiapa yang mengetahui dan mengamalkannya
maka dia telah beruntung dan terbukalah di hadapannya pintu-pintu hati itu.[96]
Do’a adalah senjata seorang mu’min:
Diriwayatkn
dari Ali bin Tholib ra dia berkata:
“Rasulullah saw bersabda: ‘Do’a adalah senjata seorang mu’min, tiang agama,
cahaya langit, dan bumi”.[97]
Saudaraku,
carilah sebab-sebab dikabulkannya do’a dan ketahuilah bahwa jika berkumpul
dalam do’a itu:
¨
Kehadiran
hati terhadap apa yang diminta
¨
Salah
satu dari enam waktu dikabulkannya do’a, yaitu: sepertiga malam yang terakhir,
ketika azan dikumandangkan dan antara azan dan iqomat, setelah sholat lima
waktu, ketika imam naik mimbar pada hari jum’at sampai selesai sholat, dan di
akhir waktu setelah ashar pada setiap hari.
¨
Khusyu’
dalam do’a
¨
Merendahkan
diri di hadapan Allah, tunduk dan tawwadhu’
¨
Menghadap
kiblat
¨
Dalam
keadaan suci
¨
Memulai
dengan tahmid dan sholawat
¨
Mendahului
permohonannya dengan taubat dan istighfar
¨
Kemudian
menyampaikan maksudnya, memohon dan berdo’a pada-Nya dengan hara-harap cemas
¨
Bertawasul pada-Nya dengan
asma dan sifat serta mengesakan-Nya
¨
Diiringi
dengan memberikan shodaqoh
Doa seperti itu
sama sekali hampir tak tertolak ... terutama jika doa itu bertepatan dengan apa
yang diberitakan oleh Nabi SAW bahwa itu tempat/waktu dikabulkannya doa, atau
doa itu mengandung nama Allah Teragung.[98]
Saudaraku,
angkatlah kedua tanganmu kelangit,
berdo’alah bagi saudaramu tanpa sepengetahuannya agar dia diberi petunjuk,
melapangkan dadanya, serta menjadikan hidayahnya pada tanganmu, angkatlah kedua
tanganmu kelangit dan berdo’alah kepada Allah untuk membukakan kunci-kunci hati
yang terkunci, mendekatkan hatimu
dengan hati mad’u, berdo’alah kepada Allah swt untuk memberikan padamu
cintanya dan cintamu padanya, memberimu taufiq dalam menda’wahi dan
mendekatinya:
Ya Allah
tunjukilah kami dan tunjuki dengan kami serta jadikanlah kami sebagai sebab
bagi orang yang mendapat petunjuk.
Ya Alloh
jadikanlah kami sebagai pemberi petunjuk yang terbimbing tidak sesat dan tidak
pula menyesatkan.
Ya Alloh
bukakanlah bagi kami kunci-kunci hati karena tidak ada yang memiliki
kunci-kuncinya selain Engkau.
Ya alloh
dekatkanlah hati kami dengan hati saudara-saudara kami, jadikanlah kami diatas
kebaikan di dunia dan akhirat.
Saudaraku....jika
kamu ingin dicintai oleh manusia
“BERDOALAH KEPADA ALLOH DENGAN IKHLAS AGAR MEMBUKAKAN
BAGIMU HATI MANUSIA.”
6.
Rasulullah
saw bersabda: ”Senyummu dihadapan saudaramu adalah shodaqoh.”[99] HR.
Tirmidzi.
Begitulah...ketika
kamu tersenyum di hadapan orang yang kamu temui,kamu telah mendaptkan pahala,
kamu telah mengeluarkan sodaqoh ...Ya,
sesungguhnya setiap muslim jika
tersenyum kepada saudaranya, itulah masyarakat muslim yang ceria/cemerlang
serta berkasih sayang.
Sesungguhnya
seulas senyum adalah terbukanya celah rahasia-rahasia. Karena emosi yang
benar/jujur dalam jiwa menggerakkan perasaan dan bersinar di wajah seperti
cahaya kilat, seakan wajahpun berbicara dengan ajakan dan bisikan yang disambut
oleh hati lalu tertariklah dia, disambut oleh jiwa lalu jadi jinak.[100]
Ungkapan-ungkapan
air muka berbicara dengan suara yang menimbulkan akibat/efek lebih dalam daripada
suara mulut. Seakan dengan senyum itu dia mengatakan: ”Saya mencintaimu, kamu
membuatku bahagia, saya senang melihatmu.”[101]
Tak tergambarkan efek dari senyum yang jujur diwajahmu kepada mad’umu ...senyum
itu membuka hatinya terhadapmu seperti sihir, senyum itu akan menjadikn
orang-orang berkumpul di sekelilingmu dari segala penjuru, terhadap hal inilah
Rasulullah saw mengingatkan kita dengan sabdanya: “Sesungguhnya kalian tidak
akan bisa mempengaruhi semua orang dengan harta kalian, akan tetapi cukuplah bagi
mereka dengan muka ramah dan akhlak yang baik.”
Jangan kamu
kira yang saya maksudkan dengan senyum itu hanya seulas senyum basa-basi kedua
bibir tanpa ruh dan keikhlasan. Sama sekali bukan. Sesungguhnya yang saya
maksud adalah senyum yang hakiki yang timbul dari hati yang paling dalam.
Itulah senyuman yang bisa menarik keuntungan yang besar pada setiap tempat.[102]
Seorang da’i
yang jujur harus merasakan cita rasa seulas senyuman dan tahu efeknya yang
signifikan. Setiap kali kamu ikhlaskan niat dalam senyuman, kamu telah menggali
pada batu besar, menanam benih di padang pasir hingga jadi tumbuhan dan
berbunga sebaik-baik umat yang dilahirkan bagi manusia.
Sesungguhnya
orang teragung yang menuliskan lembaran-lembaran keagungan, kemegahan dan
kekekalan bagi Islam, mereka memeluknya dengan sebab senyum yang ikhlas atau
pandangan yang luas dan terbuka, atau pergaulan yang baik atau karena kata-kata
yang baik...Sedangkan kata-kata yang baik itu tidak akan musnah.[103]
Jadi itu adalah
seulas senyuman yang jujur, yang membuat orang-orang berkumpul di sekelilingmu
dan membukakan bagimu kunci-kunci hati, itu adalah seulas senyuman yang cerah
dan indah, kamu berikan kepada setiap orang yang kamu temui, melapangkan
dadanya dan membukakan pintu hatinya bagimu, dengannya kamu beroleh pahala.
Abu Dzar ra
meriwayatkan, Rosulullah saw bersabda :”Janganlah kamu meremehkan kebaikan
walaupun sedikit, walaupun hanya dengan wajah yang cerah saat bertemu
saudaramu.”[104]
Saudaraku jika
kamu ingin dicinti manusia ,
”TERSENYUMLAH DI HADAPAN ORANG YANG KAMU TEMUI.”
7. Diriwayatkan
dari Umar bin Khottob ra, dia berkata,”Ada 3 hal yang bisa mencerahkan bagimu
rasa kasih saudaramu :
¨
Mulailah
dengan salam
¨
Panggillah
dengan nama yang paling dia sukai
¨
Lapangkanlah
tempat duduk untuknya
Betapa indah dan manisnya kata-kata
“mencerahkan.” Itu adalah ungkapan yang lembut yang menghilangkan berbagai
rintangan yang menghalangi menyatunya hati-hati dan jiwa-jiwa manusia.[105]
a.
Dari Abu Hurairah ra dia berkata :’’kalian tidak akan masuk sorga sampai kalian
beriman, dan kalian tidak berian sampai kalian saling mengasihi atau mencintai,
maukah saya tunjukkan sesuatu kepada kalian jika dilakukan kalian menjadi
saling mengasihi, Tebarkan salam diantara kalian.’’[106]
Begitulah
Rasulullah saw meletakkan kaki-kaki kita diawal jalan kesurga, yaitu cinta
karena Allah, kemudian menunjuki kita kesatu
jalan dari beberapa jalan untuk menggapai cinta, yaitu menebarkan salam,
tidak cukup hanya dengan menebarkan salam, akan tetapi beliau mengarahkan untuk
memulai mengucapkan salam kepada orang yang kita temui...
Abu Umamah ra
berkata: “Rasulullah saw bersabda: ‘Sesungguhnya orang yang lebih utama adalah
yang lebih dahulu mengucapkan salam”.[107]
Kemudian
Rasulullh saw menjelaskan kepada kita bahwa menebarkan salam tidak hanya
terbatas pada orang yang telah kamu kenal, bahkan mengucapkannya pada orang
yang belum kamu kenal lebih wajib agar kamu bisa masuk kehatinya.
Abdullah bin
Amr bin Ash ra meriwayatkan bahwa seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah
saw: “Apakah amalan dalam islam yang terbaik?”...Beliau bersabda: ’’Kamu
memberi makanan dan mengucapkan salam kepada orang yang kamu kenal dan yang
tidak kamu kenal”.[108]
Kemudian
Rasulullah saw menjelaskan kepada kita setelah itu adab-adab menebarkan salam
dengan sabdanya: ’’Orang yang berkendaraan memberi salam kepada yang jalan
kaki, yang berjalan kepada yang duduk dan yang sedikit kepada yang banyak’’.[109]
Sebagian orang
mengucapan salam seperti komando atau perintah ketentaraan meskipun salam itu
sendiri adalah penghormatan dan kata-kata dalam salam itu sendiri secara
lafdziah sejuk dan indah, keselamatan, rahmat dan berkah ...
Untuk itu
mengucapkan salam harus timbul dari perasan yang penuh pemahaman terhadap
nama-namanya yang tinggi. Karena maksud dari
ta’aruf adalah melembutkan hati, maka ucapan salam itu harus penuh
dengan ruh atau jiwa kasih sayang.
Menjawab salam
hukumnya wajib, dan sebatas kesadaran dan pemahamanmu kamu bisa menawannya jika
kamu menjawab salam itu dengan yang lebih baik ketika kamu menjawab dengan muka
yang cerah, menghadap kearahnya dengan penuh ...Allah swt berfirman: ’’Jika
diucapkan salam kepadamu jawablah dengan yang lebih baik atau dengan yang
setimpal”.[110]
Kadang
seseorang berkenalan dengan saudara baru, kemudian setelah beberapa waktu
keduanya bertemu di trotoar...yang harus kamu lakukan adalah menghadap padanya
dari arah depannya dan mengucapkan salam ...jika kamu teledor dan tidak
melakukannya maka kamu telah membuang kesempatan, atau hilang kesan pertemuan
pertama, karena sudah pasti pertemuan kedua mendukung pertemuan pertama .[111]
Begitulah
saudaraku ...bukalah hati manusia dengan mengucap salam kepada mereka .
b.
Allah swt berfirman: “Dan janganlah kalian saling memberi gelar dengan gelar
yang buruk...”.[112]
Maksudnya
janganlah kalian saling memanggil dengan gelar yang tidak enak didengar. Imam
Sya’by berkata: “Abu Jabirah bin Dhohak bercerita padaku: “Ayat itu turun pada
kami, Bani Salamah, dia berkata: “Rasulullah saw datang ke Madinah, setiap
lelaki waktu itu punya dua atau tiga nama. Ketika beliau memanggil salah
seorang dari mereka dengan salah satu
namanya mereka berkata: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya dia tidak suka dengan
nama ini”, lalu turunlah ayat tersebut”.[113]
Diantara bentuk
hinaan adalah memberi gelar buruk yang tidak disukai oleh orang yang dipanggil,
dia merasa terhina dan direndahkan. Adalah merupakan kewajiban seorang mu’min
untuk tidak memanggil dengan gelar yang tidak disenangi. Salah satu adab
seorang mu’min adalah dengan tidak menyakiti saudaranya dengan cara seperti
ini. Karena itu Rasulullah saw merubah nama dan gelar pada masa jahiliyah yang
memberi kesan merendahkan pemilik nama
itu atau memberinya sifat dengan sifat hina.[114]
Kalau terhadap
saudara kamu harus bersikap dengan adab yang
baik apatah lagi dengan orang
yang akan kamu da’wahi, dan kamu ingin menarik hatinya?!...Sudah pasti kamu
akan menjauhi panggilan yang melukai perasaannya, bahkan bisa dipastikan kamu
akan memanggilnya dengan nama yang paling dia senangi dan paling dekat di hatinya.
Saudaraku,
percayalah jika kamu lakukan itu maka kamu akan bisa menawan hatinya.
C.
Allah merahmati seorang laki-laki yang melapangkan tempat untuk saudaranya ...[115]
Ini adalah
diantara masalah dan kejadian yang tidak bisa digambarkan jika seseorang itu
tidak mengalaminya sendiri. Bayangkanlah kamu diundang untuk menghadiri suatu
pesta, ketika masuk tempat itu kamu tidak dapat tempat duduk walaupun untuk
satu orang. Sudah pasti kamu salah tingkah dan malu sekali, jika ada orang yang
barmurah hati karena paham firman Allah swt: ’’Wahai orang-orang yang beriman
jika dikatakan kepada kalian, “lapangkanlah tempat duduk kamu”, lalu kalian
melapangkannya maka Allah akan melapangkan bagi kalian”,[116]
lalu dia berdiri dari tempatnya, dan dengan cepat memanggilmu untuk duduk
disampingnya, sungguh hal itu telah menyelamatkan dan memelihara
kehormatanmu...orang yang seperti ini tidak terlupakan keutamaannya.
Saya masih bisa
merasakan kejadian macam ini sebagaimana yang diceritakan pada kita tentang
shahabat yang mulia Ka’ab bin Malik ra salah seorang sahabat yang tidak ikut
perang Tabuk, ketika beliau datang kepada Nabi saw setelah turun taubat dari
Allah swt kepadanya Ka’ab berkata: ’’Kemudian aku pergi menuju Rasulullah saw,
orang-orang memberiku kabar gembira dengan diterimanya taubatku sambil berkata,
“Sungguh menghinakan penerimaan taubat Allah untukmu”, sampai akhirnya aku
masuk masjid sedangkan Rasulullah saw duduk dikelilingi shahabat yang lain...
lalu Tholhah bin Ubaidillah, bediri menyambutku dengan mengucapkan selamat, dan
tidak ada seorangpun dari kaum muhajirin yang berdiri menyambutku selain
dia....” Ka’ab tidak melupakn kejadian itu.
Begitulah
dengan sikap yang baik dari Tholhah, kesan itu tertanam di hati Ka’ab bin Malik
ra.[117]
Kemudian
dengarkan saudaraku -sebagai penutup- sabda Rasulullah saw mendorong kita:
”Tidaklah seorang muslim ke tempat saudaranya lalu dia memberikan bantal (alas
duduk) sebagai penghormatan, kecuali akan diampuni dosanya.”[118]
Saudaraku....
jika kamu ingin dicintai manusia
“MULAILAH DENGAN MENGUCAPKAN SALAM PADA MEREKA, PANGGILLAH
MEREKA DENGAN NAMA YANG PALING MEREKA SENANGI DAN LAPANGKANLAH TEMPAT DUDUK
UNTUKNYA.”
8. Perusahaan telepon New York
melakukan penelitian untuk mengetahui kata yang paling banyak dipakai dalam
percakapan lewat telepon. Bagaimana hasilnya?
Hasilnya adalah
kata ganti orang pertama (aku)... kata ini dipakai 3990 kali dalam 500 kali
sambungan telephon.[119]
Memang...tiap
orang mementingkan diri sendiri, itulah tabi’at manusia, apabila seseorang
merasa bahwa kamu bisa atau mampu melakukan apa yang dia anggap penting bahkan
kamu juga turut punya perhatian terhadap apa yang dia lakukan, sudah pasti dia
akan membukakan hatinya untukmu... ’’Dengan observasi saya mendapati bahwa
manusia berusaha untuk mendapatkan perhatian orang yang lebih tinggi derajatnya
dan lebih mulia ...kita semua... sama saja apakah kita sebagai orang miskin
atau raja sekalipun, kita rela terhadap orang yang menunjukkan perhatiannya
kepada kita .[120]
Lihatlah
....kalau seandainya orang yang kamu da’wahi merasakan bahwa kamu tidak peduli
dengan urusannya, tidak peduli dengan kehadiran dan absennya, tidak turut
bersedih karena kesedihannya, tidak turut gembira dengan kegembiraannya, tidak
pernah menanyakan kabarnya atau keluarganya, tidak bertanya keadaannya di
sekolah, bagaimana ibadahnya dan bahkan semua urusan hidupnya....
Lihatlah...seandainya
dia merasa bahwa dia tidak berarti sama sekali, tidak mendapat tempat walaupun
selembar rambut-pun di hatimu... Apakah setelah itu dia akan
mencintaimu/simpati dan hatinya terbuka untukmu?
Ada satu dasar pijakan
yang perlu perhatian besar dalam perilaku manusia. Kalau kita bisa melakukannya
maka tidak akan pernah mendapatkan masalah. Yaitu, jadikanlah orang lain bisa
merasakan bahwa dia cukup berarti bagimu. Penyair Roma kuno mengatakan :
“Sesungguhnya kita tidak punya perhatian kepada orang lain sampai mereka punya
perhatian terhadap kita.”[121]
Perhatikanlah
selalu -saudaraku- obyek da’wahmu. Bertanyalah tentang kabarnya, saudara dan
keluarganya. Tampakkanlah selalu bahwa kamu memperhatikannya, menghargainya,
waktu dan keluarganya. Jadikanlah dia selalu merasa bahwa dia orang penting
bagimu, bahwa kamu tidak menelantarkannya dan kamu selalu sibuk dengannya.
Percayalah
bahwa jika kamu telah melakukan itu akan ada cinta di hatinya terhadapmu.
Kemudian ada kewajiban lain yang sangat penting bagimu, yaitu mencarinya bila
tidak ada di sisimu, menghubunginya lewat telepon, dengan surat atau kunjungan.
Kamu tidak
membayangkan betapa banyak kesan mendalam yang timbul dalam jiwa karena
perbuatan yang sederhana. Lihatlah Rasulullah saw bersabda, ”...dan jika dia
tidak ada maka carilah kabar beritanya....”[122]
Saudaraku...jika
kamu ingin dicintai orang lain
“TAMPAKKANLAH PERHATIANMU KEPADANYA DAN JADIKANLAH DIA
MERASA BAHWA DIA PUNYA ARTI PENTING BAGIMU.”[123]
9.
Jika kamu ingin orang lain lari dari sisimu, menghinamu saat kamu tidak ada,
inilah “resepnya.” Janganlah
kamu beri kesempatan orang lain untuk berbicara, bicaralah tentang dirimu tanpa
putus, jika terbersit satu ide saat orang lain berbicara jangan tunggu dia
selesai bicara. Dia bukanlah orang yang pintar seperti kamu, dia tidak cerdas.
Mengapa harus membuang waktu untuk mendengarkan perkataannya yang tidak
bermakna?! Potonglah pembicaraannya.[124]
Seorang da’i yang jujur dan pintar adalah yang memberi
kesempatan kepada orang lain untuk berbicara tentang diri mereka. Bahkan kalau
perlu mendorong mereka untuk berbicara, dengan bertanya tentang urusan dan
keadaan mereka, tentang tabiat dan kebiasaan mereka. Bagaimana kamu mengulang
pelajaran? Makanan apa yang kamu sukai? Buku apa saja yang kamu baca? Apakah
yang paling kamu benci? Dan pertanyaan lain yang membuatnya senang untuk
menjawab.
Kita senang
ketika kita berbicara tentang diri kita sendiri, didengarkan orang lain dengan
penuh perhatian. Kalau mereka diam bertambahlah kebahagiaan kita. Jika lawan
bicara kita mendorong untuk berbicara tentang diri kita maka itulah puncak
kebahagiaan.
hati-hatilah
selalu jika kamu berbicara. Hendaklah pada hal-hal yang kira-kira akan
didengarkan oleh lawan bicaramu. Kalau kamu lakukan itu maka pembicaraanmu akan
masuk celah-celah rongga dadanya dan sampai ke hatinya.
Tidak ragu
lagi. Kata-kata yang baik itulah yang sampai ke hati lawan bicaramu.
Kata-katamu itu merupakan shodaqoh yang menjagamu dari azab neraka pada hari
kiamat. Rasulullah saw bersabda, ”Jagalah dirimu dari api neraka walau hanya
dengan sebutir kurma, barang siapa tidak mendapatkannya maka cukup dengan
kata-kata yang baik.”[125]
Sekali-sekali
dari waktu ke waktu ajaklah bercanda untuk melembutkan hatinya, membuatnya
gembira. Karena amal yang lebih dicintai Allah swt adalah membuat gembira
sesama muslim. Akan tetapi jangan terlalu banyak bercanda dan tertawa karena
bisa menghilangkan kekhusukan dan mematikan hati. Jadikanlah canda dalam
bicaramu seperti garam dalam makanan. Rasulullah saw pun bercanda dengan para
sahabatnya sekali-kali.
Diriwayatkan
dari Anas ra, ”Sesungguhnya seorang laki-laki Badui -namanya Zahir- memberi
hadiah kepada Nabi saw sesuatu dari kampungnya. Nabi saw menyiapkannya jika
akan keluar. Nabi saw bersabda “Zahir adalah saudara Badui kita dan kita adalah
saudaranya dari kota.”
Rasulullah saw
mencintainya. Dia adalah seorang yang sederhana..........Pada suatu hari
Rasulullah saw mendatanginya saat dia menjual dagangannya. Lalu Beliau
merangkulnya dari belakang dan dia tidak tahu. Dia berkata, ”Siapa ini?
Lepaskan aku.” Lalu dia menoleh. Ketia dia tahu ternyata Rasulullah saw, dia
membiarkan punggungnya menempel di dada Beliau. Lalu Rasulullah bercanda,
”Siapa yang mau membeli budak ini?” Dia berkata,”Wahai Rasulullah, demi Allah
engkau akan mendapat harga murah.” Beliau menjawab, ”Akan tetapi di sisi Allah
engkau tidak murah .’’atau beliau bersabda,’’Engkau disisi Allah mahal .’’HR
Tirmidzi.
Saudaraku...jika
kamu ingin dicintai orang lain
“JADILAH PENDENGAR YANG BAIK DAN DORONGLAH ORANG LAIN
UNTUK CERITA TENTANG DIRINYA, DAN BICARALAH PADA HAL-HAL YANG MEMBUAT LAWAN
BICARAMU SENANG DAN FAMILIAR TERHADAPMU’’[126]
10. Diriwaytkan dari Abu
Hurairah ra dari Rasulullah saw bersabda: ”Barang siapa membesuk orang sakit
atau mengunjungi saudaranya fillah, dia akan dipanggil oleh penyeru, “Engkau
baik dan baik usahamu serta disediakan tempat bagimu di surga.”[127]
Keutamaan dan
kurnia seperti apakah sehingga aku mendapat tempat di surga karena melangkahkan
kaki beberapa langkah untuk mengunjungi saudaraku fillah....?! Sudah pasti itu
adalah keutamaan yang banyak dan kurnia yang besar.
Kamu tidak
membayangkan betapa banyaknya kesan yang baik yang ditimbulkan dari sebuah
kunjungan, terhadap jiwa orang yang kamu da’wahi. Dengan kunjungan itu dia
merasa bahwa kamu memperhatikannya, mengorbankan waktu dan tenaga serta
barangkali harta demi untuk melihatnya dan beramah tamah.
Kesan dari
kunjungan itu akan bertambah lagi jika salah seorang saudara atau keluarganya
sakit, atau bahkan dia sendiri yang sakit. Sudah pasti dalam keadaan itu dia
dekat dengan Tuhannya, hubungannya kuat dengan-Nya. Jika kamu segera datang
saat sakitnya, menghiburnya dengan pembicaraan ringan, lembut dan menyentuh,
mendoakannya agar segera sembuh, maka macam cinta apa lagi dan kasih sayang
yang akan terkesan dalam hatinya?!
Kemudian
bertambah lagi tanggung jawabmu untuk mengunjungi obyek da’wahmu jika dia
merupakan salah satu kerabatmu. Karena kamu mempunyai kewajiban silaturahmi
sebagaimana firman Allah terhadap rahim, ”Relakah kamu jika Aku menyambung
hubungan dengan yang menyambung hubungan denganmu, dan Aku putuskan orang yang
memutuskan hubungan denganmu?”[128]
Setelah itu
jika ikatan diantara kalian sudah semakin kuat, kalian sudah terikat dengan
cinta yang besar karena Allah. Sudah pasti dia akan mengundangmu untuk
mengunjunginya dan kamu harus menyanggupinya saat itu juga. Janganlah kamu
mencari-cari alasan dengn banyak kesibukan, tidak ada waktu luang, karena
dengan demikian kamu telah menjauhkan hatimu dari hatinya....Perhatikanlah
sabda Rasulullah saat beliau menhitung hak-hak seorang muslim.
Dari Abu
Hurairah ra bahwa Rasulullah saw bersabda, ”Kewajiban seorang muslim kepada
muslim yang lain ada lima: menjawab salam, mengunjungi yang sakit, mengantar
jenazah, mendatangi undangan dan mendoakan yang bersin.” [129]
Diantara kesan
kunjungan yang lain, kamu bisa mengenal obyek da’wahmu dari dekat, kamu bisa
mengenal saudara-saudaranya, keluarganya, tempat tinggalnya, lingkungan tempat
tinggalnya.... Kemudian kamu juga bisa mendapati -barangkali-teman-temannya
yang lain mengunjunginya dan kamu bisa mengenal mereka untuk membuka lahan
da’wah baru.
Mengunjungi
satu obyek da’wahmu akan membuka semua pintu-pintu kebaikan.
Mengapa
kamu kikir dan kamu hilangkan kesempatan itu dari hadapanmu?!
Saudaraku....jika
kamu ingin dicintai orang lain
“PERHATIKANLAH ORANG
DISEKITARMU DENGAN KUNJUNGAN, KHUSUSNYA
JIKA SALAH SEORANG DIANTARANYA SAKIT ATU MENGUNDANGMU.”
11. Dari Abu Hurairah RA bahwa Rarasulullah saw
bersabda,’’Hendaklah kalian saling
memberi hadiah, maka kalian akan saling mencintai ...’’[130]
Dari Abu
Hurairah RA bahwa Rarasulullah saw bersabda : “’’Hendaklah kalian saling memberi hadiah, karena hadiah
akan menghilangkan rasa dengki ...”.[131]
Begitulah
hadiah atau membuka pintu besar kasih sayang dan cinta, membersihkan hati dari
sifat dengki, hasud dan marah ...
Allah swt telah
mengkhususkan satu bagian dari zakat
untuk muallaf. Sedang Nabi saw memberikan suatu pemberian kepada orang-orang
pada saat itu untuk melunakan hati mereka.
Imam Thabari
meriwayatkan dari Sofyan bin Umayah dia berkata:’’ Rosulallah saw telah
memberiku hadiah padahal beliau orang yang paling aku benci, beliau terus
memberiku hadiah sampai akhirnya beliau jadi orang yang paling saya cintai’’.
Imam Muslim meiwayatkan
dari amat bin Malik ra dia berkata: ’’Telah datang seorang laki-laki kepada
Nabi saw, beliau memberinya domba dua diantara dua gunung, lalu dia pulang
kekaumnya dan berkata kepada mereka: ’’Wahai kaumku masuk islamlah kalian,
sesungguhnya Muhammad memberikan hadiah seperti
orang yang tidak takut miskin”.
Meskipun dia masuk islam karena harta dunia, tapi itu tidak lama, sampai
akhirnya islam adalah sesuatu yang lebih dia cintai dari pada dunia dan
seisinya .
Sesungguhnya
beberapa lembar rupiah yang kamu belanjakan untuk obyek da’wahmu sebagai
hadiah, akan membuka pintu yang luas pada irinya dan jadi jalan tol untuk
segera sampai kehatinya.
Usahakanlah
saudaraku, agar hadiahmu yang pertama adalah hadiah biasa; pulpen, jam, medali,
sepatu, buku pelajaran atau yang lainnya. Setelah itu baru mungkin hadiah yang
islami, yang bermanfaat. Satu ayat/kaligrafi yang terbingkai atau yang lainnya.
Sepotong manisan barangkali kamu menganggapnya remeh, padahal itu adalah kunci
baru dari kunci-kunci hatinya.
Saudaraku
alangkah baiknya kalau hadiah itu pada momentum yang tepat, minimal yang
pertama. Seperti tahun baru, berhasil dalam ujian, atau menang dalam suatu
lomba. Kalau tidak ada momentum yang tepat bisa saja kamu cari-cari alasan yang
pantas untuk memberikan hadiah. Bisa juga kamu merekayasa suatu lomba agar dia
menang dengan hadiah yang cukup bernilai, karena kamu tidak tahu -demi Alloh-
kesan itu padanya.
Saudaraku,
berinfaqlah pada obyek da’wahmu dengan hartamu dan janganlah kamu kikir untuk
mendapatkan pahala. Ingatlah ucapan Bilal bin Robah ra Rasulullah berwasiat
kepadaku, ”Berinfaqlah dan janganlah kamu takut terlantar.”[132]
Saudaraku
... jika kamu ingin dicintai orang lain
’’
PERBANYAKLAH HADIAH KEPADA ORANG YANG ADA DISEKITARMU’’
12.
’’ Sebaik-baik amal adalah memberikan kegembiraan kepada seorang mu’min, kamu
tutup auratnya, atau memberi yang lapar, atau menutupi kebutuhannya .[133]
Jika kita ingin
mendapatkan teman, kita harus meletakkan diri kita sebagai penolong orang lain,
ringan tangan atau suka membantu dengan ikhlas tidak egois dan
mementingkan urusan pribadi[134]
Saudaraku
...bayangkanlah bahwa temanmu sedang masalah, dia bingung menyelesaikannya,
lalu kamu segera mendatanginya untuk membantunya pergi bersamanya, datang
memberikan atau mengorbankan tenaga waktu dan hartamu, sampai Allah
menyelesaikan hajatnya dengan sebab bantuanmu, hilang keluhan dan keresahan
karenamu ...cinta apakah yang akan tertanam di hatinya, rasa syukur bagimana
lagi yang akan terucap dari mulutnya ...sudah pasti itu adalah hikmah yang
besar yang telah ditunjukkan oleh Rasulullah saw kepada kita, akan banyak jalan
untuk mencapai hati dan beliau menghitungnya sebagai suatu sodaqoh.
Abu Dzar
meriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda: ’’Pada setiap nafas bani Adam harus
mengeluarkan sodaqoh pada setiap terbit matahari: Dikatakan kepada beliau:
“Wahai Rasulullah dari mana kami mendapatkan harta untuk sodaqoh? Beliau
menjawab: “Sesungguhnya pintu kebaikan itu banyak :
¨
Tahmid,
takbir dan tahlil
¨
Amar
ma’ruf nahi mungkar
¨
menyingkirkan
duri dari jalan
¨
membimbing
orang buta
¨
menunjuki
orang yang minta petunjuk
¨
berusaha
sekuat tenaga membantu orang yang minta pertolongan
¨
membantu
mengangkat barang orang yang lemah
ini semua
adalah sodaqoh darimu untuk dirimu sendiri”.[135]
Dari Abu
Hurairah ra dia berkata Rasulullah saw bersabda:
”Barangsiapa
melepaskan satu kesulitan dari seorang muslim di dunia… Allah akan
melepaskannya dari satu kesulitan dari beberapa kesulitan pada hari kiamat.
Barangsiapa
memudahkan orang yang sedang kesulitan Allah akan memudahkan urusannya di dunia
dan akhirat.
Barangsiapa
menutupi rahasia seorang mu’min Alloh akan menutupinya di dunia dan akhirat.
Allah akan
selalu menolong hamba-Nya selama hamba itu menolong saudaranya”.[136]
Saudaraku,
jadikanlah hajat saudaramu seperti hajatmu sendiri atau lebih penting dari
hajatmu. Selayaknya kamu selalu memperhatikan waktu-waktu hajat itu tanpa lalai
tentang keadaannya sebagaimana kamu tidak lalai tentang keadaanmu sendiri.
Jangan sampai
dia meminta dan menampakkan bahwa dia butuh bantuan. Kamu harus menunaikan
hajatnya seakan-akan kamu tidak tahu bahwa kamu sedang melakukannya dan
janganlah kamu melihat ada imbalan dengan apa yang telah kamu lakukan.
Percayalah bahwa jika kamu lakukan itu maka kamu akan jadi orang yang lebih dia
cintai dari keluara dan kerabatnya, bahkan barangkali kamu lebih dia cintai
dari pada dirinya sendiri.
Dari Abu Sa’id
Al-Khudri ra dia berkata: “Ketika kami sedang dalam perjalanan bersama Nabi
saw, datanglah seorang laki-laki berkuda, melihat ke kanan dan kiri, lalu
Rasulullah saw bersabda: ’’Barangsiapa yang punya tunggangan lebih hendaklah
dia memberikan kepada yang tidak punya dan barang siapa punya kelebihan bekal
hendaklah memberikan kepada yang tidak punya.’’ (HR Muslim) .....sebagian
ikhwah memiliki mobil pribadi, dan pada banyak kesempatan mereka hanya sendiri
atau masih ada tempat duduk kosong, itu kesempatan bagi orang-orang yang
berdiri dipinggir jalan berjam-jam mengharapkan bantuan orang-orang yang bermurah hati, sudah pasti orang yang
mau menolong dan itu adalah suatu kewajiban, akan meninggalkan kesan yang
mendalam sesudahnya bagi orang tersebut.[137]
“Pada suatu
saat Mesir pernah digemparkan oleh banyaknya perampok yang beroperasi pada
malam hari, mereka menghentikan mobil-mobil yang lewat untuk minta bantuan
seakan telah terjadi musibah pada mereka atau sekan karena sebab yang lain,
kalau ada mobil yang berhenti mereka dengan segera menghambur dan menyerbunya,
merampas harta dan pakaian-pakaian penumpangnya, pada saat itu “Hasan Al-Banna”
pulang ke Kairo pada dini hari, dia melihat sebuah mobil di pinggir jalan, dan
seorang lelaki berusaha menghentikan mobilnya, tanpa ragu sesaatpundia meminta
sopir untuk menghentikan mobil, lalu dia turun sendirian bertanya pada orang
itu apa yang dia inginkan, dia mengatakan bahwa bensinnya habis dan minta
tambahan bensin. Hasan Al-Banna langsung mengambil tempat untuk memindahkan
bensin dari mobilnya ke mobil orang tersebut tanpa bertanya lebih dahulu siapa
namanya, hobinya, agamanya, atau pekerjaannya. Itulah sikap yang diambil
orang-orang cerdas yang melakukan kebaikan tanpa pamrih…orang tersebut terkejut
dengan dengan perlakuan yang baik ini, kemudian dia mendekat ke Imam Syahid
sambil memperkenalkan diri: “Saya Muhammad Abdur Rasul, Qadhi di pengadilan
negeri Kairo, …anda siapa? Dengan tawadhu’ beliau menjawab, “Saya Hasan
Al-Banna, guru di Madrasah Ibtidaiyah….” Qodhi itu bertanya: “Hasan Al-Banna
mursyid ‘am Ikhwanul Muslimin?” Beliau menjawab: “Ya…”
Sejak saat itu
almarhum ustadz Muhammad Abdur Rasul menjadi salah satu lidah yang bersih,
berbicara tentang Ikhwanul Muslimin pada persidangan.”[138]
Terlihatkah
olehmu karena satu kebaikan yang kamu lakukan kepada orang yang tidak kamu
kenal betapa gembira hatinya…
“Anak
perempuanku, mahasiswi di Universitas Iskandariyah, mengatakan bahwa ketika dia
sedang berada di halaman fakultasnya bersama teman-temannya yang berjilbab,
mereka melihat salah seorang temannya yang tidak berjilbab terjatuh, dengan
segera mereka menghambur untuk menolongnya. Ketika siuman dan mendapati semua
yang ada di sekelilingnya berjilbab dia kaget, seraya berkata: “Demi Allah,
sama sekali saya tidak berfikir dan tidak membayangkan bahwa perasaan kalian
seperti ini.”[139]
Apakah kamu
melihat efek dari bantuanmu bagi yang membutuhkan bagaimana menampakkan
akhlaqmu yang islami dan membuatnya tertarik padamu...
¨
jika
ibumu masuk rumah pada suatu hari dan mendapatimu telah merapikan seisi rumah
...
¨
jika
ayahmu menyuruhmu untuk satu keperlun khusus lalu kamu menunaikannya dengan
segera dan penuh perhatian…
¨
jika
saudaramu datang dalam keadaan capek pada suatu hari lalu kamu menyiapkan
makanan yang enak lalu kamu hidangkanya padanya ...
¨
jika
tetanggamu ingin mengisi tabung gas lalu kamu segera membantunya ...
¨
jika
salah seorang temanmu mencari pelajaran yang terlewatkan lalu kamu bersusah payah kemudian memberikan catatan
padanya...
¨
jika
temanmu mendapat masalah lalu kamu pergi bersamanya kepada penanggung jawabnya
untuk mencari solusi ...
¨
jika
temanmu membutuhkan uang lalu kamu menjadi orang yang cepat menolongnya...
jika...jika...jika...kamu
lakukan ini semua ...maka yakinlah bahwa
kamu telah melawan, hati temanmu dan
ruhnya sekal.
Saudaraku...jika
ingin dicintai orang lain
”JADIKANLAH DIRIMU SELALU SEBAGAI PENOLONG ORANG LAIN.’’
13.
Allah swt berfirman: ’’Dan Allah menjadikan bagi kalian pendengaran, penglihatan dan hati agar
kalian bersyukur.”[140]
Manusia hanyalah merupakan kumpulan dari susunan
indera... indera pendengar, indera penglihatan, perasa, pencium dan peraba ... tanpa indera ini manusia akan tersisih
dari lingkungannya, bayangkan seseorang yang tidak bisa mendengar, tidak
melihat dan tidak merasa, bagaimana keadaannya?
Seorang da’i
yang cerdas adalah yang memakai semua indranya dalam berda’wah, bereaksi dan
menarik cinta mereka ...
Itulah seorang
da’i yang memberi atau mengirimkan pandangan kasih sayang, kelembutan dan
cinta, itulah seorang da’I yang menyalami saudaranya dan memeluknya untuk
menanamkan cinta di dadanya...
Saudaraku
...itulah -tanpa ragu- seorang da’i yang berhasil.
Rasulullah saw
bersabda: “Barang siapa memandang saudaranya dengan pandangan kasih sayang maka
Allah akan mengampuninya.’’[141]
Apakah
pandangan ini pandangan sepintas, ataukah pandangan ini pandangan terarah,
berkesan lagi mengugkapkan banyak hal? pandangan menuju ke hati berbicara
padanya dengan perasaan lembut, mengguncang, dan menawannya.
Itu adalah
pandangan yang terfokus seperti lampu blizt, tersingkap lalu mengambil gambar
terbagus dalam sesaat seperti kedipan mata, hati-hati pun bertemu jiwapun
berangkulan. Hal ini tak akan terjadi tanpa pandangan yang bersih dan suci,
pandangan kasih sayang dan cinta karena Alloh SWT.
Itulah
pandangan dari kekuatan insan yang tersembunyi dari kekuatan jiwanya. Bersumber
dari aqidah yang tidak akan bertemu atas dasar kebencian ataupun berlawanan,
karena dia jujur, kokoh dan tidak plin plan.
Tidakkah kalian
mendapati dari sirah Rasul SAW nilai sebuah pandangan? Marilah kita lihat kisah
Ka’ab bin Malik, Allah swt telah menetapkan
boikot dari kaum muslimin kepada 3 orang yang tidak ikut dalam perang
Tabuk, Ka’ab bin Malik ra berkata: ’’Kaum muslimin memboikot kami selama 50
hari sampai bumi terasa sempit bagi kami ’’dan terasa sempit atas diri mereka,
dan mereka menyangka bahwa tidak ada tempat lari kecuali pada-Nya.”[142]
Adapun aku,
adalah orang yang paling keras, aku keluar menghadiri sholat jamaah dengan kaum
muslimin yang lain. Aku berkeliling di pasar dan tak seorangpun bicara padaku.
Aku datangi Rasulullah saw di majelisnya lalu mengucapkan salam. Aku berkata
dalam hati apakah Beliau menggerakkan kedua bibirnya untuk menjawab salam atau
tidak. Kemudian aku duduk dekat
beliau....Aku mencuri-curi pandang, jika aku mengahadap untuk shalat Beliau
melihatku, dan jika aku menoleh padanya, Beliau memalingkan muka dariku.
Wahai ikhwan,
itu adalah boikot atas perintah Allah swt. Meskipun demikian Rasulullah saw
-yang diutus sebagai rahmatan lil ‘alamin- memandang ke arah Ka’ab bin Malik
sebagaimana Ka’ab mencuri-curi pandang pada Beliau.
Jika kita
kehilangan pandangan dengan perasan yang baik seperti ini, maka kita telah
kehilangan kehidupan dan cahaya. [143]
Ini tentang
pandangan. Bagaimana dengan pendengaran.....Dengarkanlah Jabir bin Abdullah ra
berkata, ”Rasulullah saw bersabda, wahai Jabir untuk apa kamu datang? Saya
menjawab, ”Saya ingin masuk Islam di tanganmu wahai Rasulullah.” Dia berkata:
”Lalu saya diberi pakaian ...”, Kemudian dia menghadap kepada sahabatnya, ”Jika
datang kepada kalian pemuka kaum maka muliakanlah ...” Kemudian Beliau
bersabda: ”Wahai Jabir, aku mengajakmu untuk bersaksi bahwa tiada Tuhan selain
Alloh, bahwa aku adalah utusan Alloh, kamu beriman kepada Allah dan hari akhir,
takdir baik dan buruk, shalat wajib dan menunaikan zakat.” Lalu aku mengerjakan
itu. Setelah itu Beliau tidak melihat kepadaku kecuali dengan senyuman....[144]
Rahmat
dan hikmah apakah yang memancar darimu wahai Rasulullah, beliau tidak
mencukupkan hanya dengan hadiah untuk melembutkan hati mad’unya. Akan tetapi
Beliau menuangkan pada kedua telinganya kata-kata yang membuat hati nuraninya
bergetar (jika datang pada kalian pemuka kaum maka muliakanlah) kemudian
mengajaknya dengan baik dan nasihat yang baik, kemudian selalu tersenyum bila
bertemu dengannya. Ketahuilah hendaknya para da’i belajar bagaimana berda’wah.
Kemudian
lihatlah indera peraba bagaimana perannya dalam da’wah. Dikatakan kepada Abu
Dzar ra, ”Apakah Rasulullah saw menyalami kalian jika kalian menemuinya?” Dia
menjawab, ”Tidak pernah sama sekali aku menemuinya kecuali Beliau menyalamiku.
Pada suatu hari Beliau mengirim utusan sedangkan aku tidak di rumah. Ketika
pulang aku diberi tahu. Lalu aku datang sedang Beliau di atas dipan. Lalu
beliau mendekat padaku... itu adalah hal yang terbaik.”[145]
Bersalaman
bukanlah sekedar gerakan kosong, akan tetapi merupakan gerakan dari dalam jiwa
dan juga indera sekaligus. Tangan dengan jari-jarinya adalah alat indera yang
sensitif, mengirim dan menerima isyarat-isyarat yang tampak di wajah dan
getaran-getaran hati.
Bersalaman
menunjukkan sampai dimana jarak antara hati. Ada di antara mereka yang
bersalaman denganmu sebagai basa-basi, ada yang asal menempel, ada yang sambil
menoleh ke kanan kiri, dan ada juga yang menyalamimu dengan kuat, dia
memandangmu sampai kamu bisa melihat bayanganmu di matanya dan wajahnya yang
cerah.
Sesungguhnya
dengan bersalaman dosa-dosa akan berjatuhan...diriwayatkan dari Baro’ bin ‘Azib
ra berkata: ’’Rasulullah bersabda: ’’Tidaklah dua orang muslim bertemu lalu
bersalaman melainkan Allah mengampuni dosa keduanya sebelum keduanya berpisah.”[146]
Jika
Rassulullah saw menyalami seseorang, beliau tidak melepaskan tangannya sampai
orang yang dia salami melepaskannya, sebagai pelajaran bagi kita .
Dalam sirah
diriwayatkan dari Muazd bin Jabal ra bahwa Rasulullah saw memegang tangannya dan bersabda: “Wahai Mu’adz, demi
Allah, aku mencintaaimu, aku pesan padamu janganlah kamu tinggalkan setiap
selesai sholat fardhu untuk berdo’a: Ya Allah tolonglah aku untuk berdzikir,
bersyukur dan beribadah dengan baik pada-Mu”.[147]
Perawi hadits
telah mencatat bahwa Rasulullah saw memegang tangan Mu’adz bin Jabal, karena
para sahabat tahu nilai gerakan ini dan maknanya, dan untuk itulah mereka
mencatatnya.
Sesungguhnya
jabatan tangan tidak akan terjadi melainkan antara dua hati yang saling mencintai,
dan tidak akan terulurkan satu tangan kepada yang lain dengan gerakan kosong,
sesungguhnya itu digerakkan oleh hati dan akal secara bersamaan. Janganlah lupa
ketika kamu meletakkan tanganmu di atas pundak orang yang kamu cintai,
sesungguhnya itu adalah usapan yang mengungkapkan banyak hal dan sangat
berkesan.
Tirmidzi
meriwayatkan dari Aisyah ra dia berkata: “Zaid bin Haritsah datang ke Madinah
sedang Rasulullah saw saat itu ada di rumahku, dia mendatanginya dan mengetuk
pintu, lalu beliau menghampirinya, memeluk dan menciumnya.”[148]
Begitulah
saudaraku, jka kamu bertemu dengan mad’u-mu pandanglah dia dengan penuh kasih
sayang, cinta dan persaudaraan serta ucapkanlah kata-kata yang menyejukkan hati
dan jiwanya. Jabatlah tangannya kemudian letakkan tanganmu di atas tangannya
sehingga berhubunganlah cinta yang agung antara hatimu dan hatinya...lakukanlah
itu dan cobalah kemudian tunggulah hasilnya.
Saudaraku … jika kamu ingin disenangi orang lain
“GUNAKANLAH
SEMUA INDRAMU DALAM MENDEKATI MEREKA”
14.
Rasulullah saw bersabda: “Sambungkanlah hubungan dengan orang yang telah
memutuskan hubungan denganmu, dan berilah makan orang yang tidak memberimu,
serta maafkanlah orang yang menzalimi dirimu”.[149]
Orang yang
menjadi obyek da’wahmu kebanyakan berlaku buruk kepadamu, itu karena kebiasaan
jahiliyahnya dan pemikirannya masih sampai tahap permulaan.
Kembalikanlah
pada Allah… apa yang akan dia perbuat kalau dia berlaku buruk padamu kemudian
kamu berlaku baik padanya.
Kembalikanlah
pada Allah…apa yang akan dilakukan ayahmu jika dia marah tanpa alasan yang
jelas kemudian kamu segera minta maaf padanya.
Kembalikanlah
pada Allah…apa yang akan dilakukan ibumu jika dia menolak permintaanmu lalu
kamu memberinya hadiah pada hari berikutnya.
Kembalikanlah
pada Allah…apa kiranya yang dilakukan saudaramu jika dia ribut denganmu,
mencacimu sedang kamu memendam kemarahanmu dan memaafkannya kemudian setelah
itu kamu berbuat baik padanya.
Kembalikanlah
pada Allah…apa kiranya yang dilakukan temanmu jika dia menjauhimu dan
memutuskan hubungan denganmu kemudian dikejutkan oleh ketukanmu pada pintunya.
Kembalikanlah
pada Allah…apa kiranya yang akan dilakukan oleh mereka…sesungguhnya gunung api
cinta akan meletus dalam hati mereka kepadamu tanpa ragu lagi, tidakkah kamu
lihat hal itu?!
Syaikhani
meriwayatkan dari Anas bin Malik ra dia berkata: “Saya sedang berjalan bersama
Rasulullah saw, beliau memakai burdah yang berasal dari daerah Najran dengan
list tebal di pinggirnya, lalu datanglah seorang badui gunung menghampirinya,
dia menarik burdah itu dengan kuat. Lalu saya lihat kulit pundak beliau saw,
ada bekas list burdah karena kuatnya tarikan badui itu. Kemudian dia berkata:
“Wahai Muhammad, berilah aku sebagian dari harta Allah yang ada padamu…”,
beliau menoleh padanya, lalu tertawa, kemudian menyuruh orang untuk memberinya
hadiah”.
Betapa
pengasihnya engkau, betapa sayangnya engkau dan betapa bijaksananya engakau
wahai Rasulullah saw.
Dengarkanlah
Imam Syahid Hasan Al Banna saat memberikan arahan pada kita, katanya, “Jadilah
kalian seperti sebatang pohon…
Manusia
melemparinya dengan batu
Lau dia
memberikan kepada mereka buahnya…
Saudaraku…jika
kamu ingin dicintai manusia
“BALASLAH
KEBURUKAN DENGAN KEBAIKAN”
15.
Rasulullah saw bersabda : “Syaithan bersama orang yang sendirian, sedang dengan
dua orang dia lebih jauh”.[150]
Barangkali kamu
tidak punya pengaruh di lingkunganmu…
Barangkali
pengalamanmu dalam menundukkan hati masih sedikit…lalu apa yang mungkin kamu
lakukan?!
Sudah pasti ada
diantara temanmu yang berpengalaman dalam bidang ini, mungkin dia bisa
membantumu. Kamu harus minta bantuannya.
Kenalkan mad’u-mu kepada mereka, pesanlah kepada mereka untuk memperlakukannya
dengan baik, kemudian pantaulah buah dari perkenalan dan pertemuan tersebut.
Sesungguhnya
keberadaan mad’u-mu diantara teman-temanmu menjauhkannya dari syaitan,
mendekatkan hatinya dengan hati kaum muslimin, maka hatinya akan menjadi lapang
dengan izin Allah swt.
Tahukah kamu
…apa yang akan terjadi seandainya ayahmu berkenalan dengan saudara-saudaramu
seiman lalu dia merasa nyaman dan tenang.
Tahukah kamu
…apa yang akan terjadi seandainya saudara kandungmu berkenalan dengan ikhwahmu
seiman di masjid atau fakultas atau tempat kerja dan hatinya menjadi lapang.
Tahukah kamu
…apa yang akan terjadi seandainya temanmu berkenalan dengan ikhwahmu di masjid
atau kuliah atau tempat kerja dan
mereka bicara dengan lembut dan
penuh dengan senyuman.
Tahukah kamu
…apa yang akan terjadi pada semua keadaan ini …sungguh itu adalah satu
kemenangan besar bagi hati-hati itu, tanpa ragu lagi.
Saudaraku…jika
kamu ingin disenangi orang lain
“PERSIAPKANLAH
UNTUK MENGENALKAN IKHWANMU KEPADA MAD’U-MU”
SEKARANG
SAJA…DIA MENCINTAIMU
Tahukah
kamu saudaraku, kapan kamu akan selesai dari tahapan ini?...Tidak harus dengan
waktu tertentu. Tahapan ini tidak akan berakhir. Tahapan ini akan terus
berlangsung sepanjang hidupmu, kamu harus seperti ini, berlaku lemah lembut
kepada orang lain, saling berbagi rasa kasih sayang...
Akan tetapi
mungkin kamu mengatakan bahwa kamu bisa melewati jalan tol bersama obyek
da’wahmu jika kamu mulai dengan menaburkan benih-benih cinta tumbuh dalam
hatinya, dengan tiba-tiba dia membalas cinta dengan cinta, kasih sayang dengan
kasih sayang...
Kemungkinan
kamu bisa menyingkap hal ini jika kamu menguasainya dengan baik...perhatikanlah
sebagian tanda-tanda yang bisa membantumu:
¨
Jika
bertambah rasa cintamu padanya, ketahuilah bahwa rasa cinta dalam hatiya telah
tumbuh, karena tidak akan tumbuh rasa cinta itu tanpa cinta.
¨
Jika
dia memintamu untuk membicarakan masalahnya, meminta pendapatmu tentang masalah
itu, dan khususnya jika masalah itu adalah masalah pribadi.
¨
Jika
dia lari padamu –setelah pada Tuannya- dalam satu kesulitan, memintamu untuk
membantunya. Sesungguhnya seseorang tidak akan lari melainkan kepada orang yang
dia percayai dan dia cintai.
¨
Jika
dia mentaatimu ketika kamu memintanya untuk mengerjakan sesuatu, sesungguhnya
seorang kekasih taat pada kekasihnya, khususnya jika dia mentaatimu dengan
segera dan mengerahkan segenap kemampuannya demi kepuasanmu.
¨
Jika
dia memberitahumu dengan jujur bahwa dia mencintaimu...kamu akan mendapatinya
pada suatu hari dia memegang tanganmu sambil berkata: “sesungguhnya aku
mencintaimu karena Allah...disinilah gunung api cinta akan meletus dalam
hatinya.
¨
Jika
dia menambah beban bersama, lalu dia bicara dengan sederhana padamu, dan
hartanya jadi seperti hartamu dan hajatnya seperti hajatmu.
¨
Jika
dia menghasilkan banyak waktunya dengan senang, lalu dia memintamu untuk
menemaninya, belajar bersamamu, pergi bersama jika dia ada hajat yang ingin dia
selesaikan...ketika itu sudah pasti dia senang bersamamu.
¨
Jika
kamu rindu untuk melihatnya saat dia tidak ada di dekatmu, menemuimu dengan
berangkulan hangat dengan jujur, mencelamu karena meninggalkannya dalam waktu
yang panjang.
¨
Jika
dia bersungguh-sungguh dalam ibadah dan ketaatannya, sesungguhnya cinta pada
orang soleh menimbulkan cinta pada Tuhan semesta alam
Poin-poin
di atas menunjukkan padamu –dengan sesungguhnya- bahwa temanmu telah
mencintaimu, kamu telah berhasil sampai batas tertentu,...sekarang kamu harus
pindah ke tahapan taujih dan ta’lim dengan perlahan-lahan...Allah Maha Penolong
dan kepada-Nya tempat Berlindung dan Tawakkal.
LANGKAH
KE 4
MENYAMPAIKAN PEMIKIRAN
Katakanlah ini jalanku ...
Aku mengajak kepada Allah atas dasar yang jelas...
Aku dan orang yang mengikuti ...
Maha suci Allah dan bukanlah aku
termasuk orang Musyrik.” (QS.
Yusuf:108)
Serulah di jalan Tuhanmu dengan hikmah ...
dan nasehat yang baik ...
dan dekatilah mereka dengan cara yang baik ...
Sesungguhnya Tuhanmu Maha mengetahui terhadap orang yang
sesat dari jalan-Nya dan dia Maha mengetahui terhadap orang yang mendapat
petunjuk.”
(QS. An.Nahl 125)
SERULAH KEPADA ALLAH DENGAN BASHIROH
Jika kita telah sampai pada
tahap terakhir dalam da’wah fardiah, yaitu bicara pada masalah da’wah dan
masalah agama, kita harus punya langkah yang bijaksanadan teruji, dan jika kita
ingin mengungkap bersama-sama langkah-langkah ini akan kita dapati urutan
berikut :
A. LANGKAH PERTAMA : Membangkitkan Iman dalam hati
mad’u.
Sesungguhnya cinta pada Allah
swt dan selalu taqarrub darinya itulah kehidupn hati yang hakiki barang saipa
merasakanya maka dia telah beruntung dunia dan akhirat ...Oleh karena itu
pemusatan pada hati dan apa-apa yang yang bisa membersihkannya, adalah
tahapan-tahapan yang penting dalam da’wah kepada Allah. Ini akan menjadikan
mad’u menimbang masalah dengan timbangan takut kepada azab Allah swt, bukan
timbangan dunia .[151] Sesungguhnya hati yang punya hubungan dengan
Allah swt, yang penuh dengan Iman mendapati beban-beban itu mudah dan ringan
dilaksanakan dan mendapati ma’siat sebagai sesuatu yang susah dan berat, oleh
karena itu membangkitkan iman di hati mad’u adalah langkah awal dan terpenting
di jalan yang akan menyampaikannya kepada Allah swt ...yakinlah bahwa iman yang
kuat dalam hati mad’u akan mendorongnya untuk taat, dan akan mencegahnya dari perbuatan ma’siat.
Membangkitkan iman dalam
hati mad’u bisa dilakukan dengan hal-hal
berikut:
Membaca Al-Qur’an
bersama-sama, sesungguhnya hal itu akan menambah iman dalam hatimu dan hatinya,
kamu harus mendorongnya untuk memperbanyak tilawah, bacakanlah ayat-ayat
berikut ini:
“Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik(yaitu) Al Qur’an yang
serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit
orang-orang yang takut kepada Tuhannya,
kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah. Itulah
petunjuk Allah, dengan kitab itu Dia menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya. Dan
barangsiapa yang disesatkan Allah, maka tidak ada seorangpun pemberi petunjuk
baginya.”[152]
Arahkan pandanganya untuk
mempelajari ayat-ayat kauniyah dan qauliyah...alam yang indah disekitar kita...akan tetapi yang
utama adalah agar hal itu datang secara
alami, tanpa disengaja, dengan menggunakan kesempatan yang ada seperti saat melihat
burung terbang atau tumbuhan atau serangga atau makhluk apapun diantara makhluk
Allah, kemudian kamu bicara padanya tentang kekuasaan Allah, kreasi dan
keagungan-Nya pada ciptaan-Nya ini .[153]
“Katakanlah:
“Segala puji bagi Allah dan kesejahteraan atas hamba-hamba-Nya yang
dipilih-Nya. Apakah Allah yang lebih baik, ataukah apa yang mereka perskutukan
dengan Dia?” Atau siapakah yang telah menciptakan langit dan bumi dan yang
menurunkan air untukmu dari langit, lalu Kami tumbuhkan dengan air itu kebun-kebun
yang berpemandangan indah, yang kamu sekali-kali tidak mampu menumbuhkan
pohon-pohonnya? Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain)? Bahkan
(sebenarnya) mereka adalah orang-orang yang menyimpang (dari kebenaran). Atau
siapakah yang menjadikan bumi sebagai tempat berdiam, dan yang menjadikan
sungai-sungai di celah-celahnya, dan yang menjadikan gunung untuk
(mengokohkan)nya dan menjadikan suatu pemisah antar dua laut? Apakah di samping
Allah ada tuhan (yang lain)? Bahkan (sebenarnya) kebanyankan mereka tidak
mengetahui. Atau siapakah yang memperkenankan (do’a) orang yang dalam kesulitan
apabila ia berdo’a kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang
menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah di bumi? Apakah di samping Allah ada
tuhan (yang lain)? Amat sedikitlah kamu mengingati(Nya). Atau siapakah yang
memimpin kamu dalam kegelapan di daratan dan di lautan dan siapa (pula)kah yang
mendatangkan angin sebagai kabar gembira sebelum (kedatangan) rahmat-Nya? Apkah
di samping Allah ada tuhan (yang lain)? Maha Tinggi Allah terhadap apa yang
mereka persekutukan (dengan-Nya). Atau siapakah yang menciptakan (manusia dari
permulaannya), kemudian mengulanginya (lagi), dan siapa (pula) yang memberikan
rizki kepadamu dari langit dan bumi? Apakah di samping Allah ada tuhan (yang
lain)? Katakanlah: “Unjukkanlah bukti kebenaranmu, jika kamu memang orang-orang
yang benar”. Katakanlah: “Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang
mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah”, dan mereka tidak mengetahui bila
mereka akan dibangkitkan.”[154]
Dengan membacakan ayat-ayat
ini, mengulang-ulang tafakkur makhluk Allah, dengan izin Allah akan membuahkan
pengagunggan kepada Allah swt ...
Maka hiduplah hatinya, jadi
tinggilah jiwanya dan bangunlah manusia dari kelalaiannya .
-
Mengingatkannya
dari waktu ke waktu kepada hari akhir, hisab, shiroth, hari berbangkit, surga
dan neraka... bisa dengan membawanya ke kuburan untuk mengingatkanya kepada
kematian, membaca buku-buku tentang salafus sholih .
-
Membangunkannya
untuk sholat shubuh jika dia tidak bangun, berpuasa, berbuka bersama, berusaha
untuk sholat malam dua rakaat...sesungguhnya sujud pada malam hari dan rukuknya
serta membaca Al-Qur’an saat fajar dan menetesnya air mata akan mendekatkan manusia pada Tuhan dan membangkitkan iman dalam hatinya.
Demikianlah percakapan
sekitar masalah keimanan, ketika keimanan itu bangkit, seseorang akan mulai
mengintrospeksi dirinya sendiri, dia akan merasa kalau dia tetap seperti pada
keadaanya sekarang -lalai dan lengah, selalu ma’siat kepada Allah tidak taat
padanya- dia akan mendapat azab dari Allah pada hari kiamat sedang saat itu tak
ada tempat berlari. Kemudian kita harus menjelaskan bahwa ujian bagi orang yang
bekerja di jalan Allah adalah merupakan sunnatullah...ya, kita menjelaskanya
dari tahapan ini sehingga bangunan itu punya pondasi...kita harus membacakannya
ayat-ayat Ali Imron ayat140-142:
“Jika
kamu (pada perang Uhud) mendapat luka, maka sesungguhya kaum (kafir) itupun
(pada perang Badar) mendapat luka yang serupa. Dan masa (kejayaan dan
kehancuran) itu, Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat
pelajaran); dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan dengan
orang-orang kafir) dan supaya sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai)
syuhada. Dan Allah tidak menyukai orang-orang zalim, dan agar Allah
membersihkan orang-orang yang beriman (dari dosa mereka) dan membinasakan
orang-orang yang kafir. Apakah kamu amengira bahwa kamu akan masuk surga,
padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad di antaramu, dan belum
nyata orang-orang yang sabar.”
B.LANGKAH KEDUA: Bertemu untuk taat kepada Allah dan
meninggalkan ma’siat:
Langkah kedua ini bisa
dilaksanakan dengan membuat kesepakatan dengannya untuk menghafal sebagian
Al-Qur’an, atau puasa sehari misalnya, atau qiyamullail, atau membaca sebuah
buku yang sesuai dengan kemampuannya. Pemantauannya bisa dilakukan saat bertemu
dengannya. Dan kesepakatan untuk mengerjakan hal-hal yang lain.
Hal ini bisa meningkatkan
ruhiyahnya dan mendekatkannya pada Tuhan. Bisa juga diajak untuk menghadiri
pengajian-pengajian umum dan diperkenalkan kepada ikhwannya yang sholeh.
Selain diingatkan untuk
melakukan hal-hal yang baik, dia juga harus diingatkan dengan efek dari
dosa-dosa dan ma’siat. Bagaimana dosa-dosa itu menjadi sebab kehancuran umat
sebelum kita. Kita ingatkan bahwa dosa menjadi sebab kemarahan Allah. Kita
bantu untuk meninggalkan dosa-dosa dan menjauhkan diri dari teman-teman yang
berperilaku buruk yang mempengaruhinya untuk berbuat dosa.
Kita harus
komitmen...saudaraku...sabar dan tabah pada tahapan ini. Kadang masalahnya
sulit. Kamu akan meraih kesuksesan dengan izin Allah.
C. LANGKAH KETIGA:
Menjelaskan
arti da’wah yang benar
Kamu jelaskan bahwa ibadah tidak terbatas pada sholat,
puasa, zakat dan haji. Akan tetapi mencakup semua segi kehidupan. Mulai dari
makan, minum, pakaian, ilmu amal, nikah, olah raga, merawat anak dan lain
sebagainya. Perbuatan apapun akan bernilai ibadah jika memenuhi dua syarat:
Niat yang ikhlas karena Allah, dan sesuainya perbuatan tersebut terhadap qaidah syara’.
Allah swt berfirman,
”Katakanlah sesungguhnya sholatku, ibadahku,hidup dan matiku hanya untuk Allah
Tuhan semesta Alam.”[155]
D. LANGKAH
KEEMPAT: Menjelaskan cakupan ajaran islam.
Hal ini bisa kita jelaskan
bahwa Islam itu agama jamaah, aturan hidup, syariat dan negara, jihad dan umat
yang satu ... pemahaman yang benar terhadap Islam membebani kita tanggung jawab
dan kewajiban yang harus kita tunaikan sebagai pelaksanaan dari perintah Allah
agar masyarakat tegak atas dasar qaidah-qaidah agama Islam pada setiap segi
kehidupan politik, ekonomi, sosial, syari’at…. [156]
Sesungguhnya Islam adalah
agama yang lengkap, mengatur semua urusan kehidupan, menjelaskan setiap
masalah,dan meletakkan aturan yang
pasti, dan detail.[157]
E. LANGKAH KELIMA: Menjelaskan
ancaman yang dihadapi muslimin.
Kita bisa menjelaskan
dengan memberitahukannya keadaan kaum muslimin
di seluruh dunia. Fitnah yang mereka hadapi, tekanan, dan makar yang
dilakukan oleh musuh mereka mulai dari Yahudi, Nasrani, dan komunis. Bisa juga
dengan membaca buku seperti :
-Pemimpin barat mengatakan
: Hancurkan Islam dan Musnahkan Pemeluknya.
-Islam dan Beruang Merah
-Apa Kerugian Dunia Karena
Kemerosotan Kaum Muslimin
Kita harus menjelaskan
bahwa seorang muslim tidak mungkin hidup menyendiri dari kaumnya dan
saudara-saudaranya tanpa mempedulikan apa yang terjadi atas mereka. Rasulullah
saw bersabda, ”Barang siapa tidak memperhatikan urusan kaum muslimin maka dia
bukan termasuk golongan mereka.” Kita harus melanjutkan percakapan dengannya
seperti ini sehingga terlahir darinya rasa tanggung jawab terhadap Islam dan
Muslimin, serta mempertanyakannya. Apa yang harus kita lakukan? Dari sinilah
berawal langkah berikutnya.
F. LANGKAH KEENAM: Menjelaskan
kewajban amal untuk mengembalikan kemuliaan Islam dan mempertahankannya.
Di sini kita harus
menjelaskan bahwa Rasulullah saw selama 23 tahun mendidik satu generasi yang
bisa menaklukkan dunia seluruhnya. Kita harus jelaskan tahapan-tahapan da’wah
mulai dari rahasia, terang-terangan, hijrah, negara dan berangkat untuk
menaklukkan dunia seluruhnya. Kemudian kita jelaskan setelah itu bahwa mereka
tidak bisa melakukan itu tanpa iman yang memenuhi hati mereka serta aqidah yang
kuat yang bersemayam dalam dada mereka.
Kemudian pada tahapan ini kita jelaskan bahwa kita harus
menegakkan negara Islam dan mengembalikan khilafah islamiyah setelah
dihancurkan oleh musuh-musuh Allah, serta harus kita jelaskan bahwa tanggung
jawab menegakkan khilafah itu bukanlah terbatas pada penguasa atau ulama akan
tetapi merupakan tanggung jawab setiap muslim dan muslimah yang ada pada saat
ini, dan setiap kaum muslimin akan berdosa jika mereka tidak berusaha untuk
menegakkan negara islam.
Sangat mungkin seorang pemuda tumbuh pada umat yang tenang dan
damai, pemerintahannya kuat, bangunan-bangunan menjulang tinggi. Lalu dia lebih
banyak memperhatikan dirinya sendiri
dari pada umatnya, bersantai-santai, membuang-buang waktu tanpa beban
dengan perasaan yang tenang. Ada juga pemuda yang tumbuh di lingkungan umat
yang sibuk dengan jihad, umatnya ditindas, pemimpinnya otoriter, lalu umat itu
berjihad semampunya dalam rangka mengembalikan kebenaran yang terampas, warisan
yang dicuri dan kebebasan yang hilang, keagungan yang tinggi dan tauladan yang
mulia…saat itulah kewajiban utama seorang pemuda adalah lebih banyak
memperhatikan umatnya dari pada dirinya sendiri, ketika melakukan itu dia akan
beruntung dengan mendapatkan kebaikan dengan segera di medan pertempuran serta
kebaikan yang tertunda di kemudian hari berupa pahala dari Allah swt.[158]
Setelah itu kita harus jelaskan bahwa hal ini tidak akan tercapai
kecuali jika kita melaksanakan da’wah kepada Allah di setiap tempat, penjelasan
ini bisa dibantu dengan beberapa buku tentang wajibnya da’wah, seperti: Al
Muntholaq, Maadza ya’ni intimaai lil Islam dan Da’wah Islamiyah faridhoh
syar’iyah wa dhoruroh basyariyah.
Kemudian kita jelaskan bahwa jalan yang benar untuk mengadakan
perubahan hanyalah engan da’wah dan tarbiyah…mendidik pribadi muslim kemudian
keluarga muslim, masyarakat muslim, pemerintahan muslim kemudian setelah itu
khilafah islamiyah kubro yang berusaha untuk merealisasikan bagi Islam sebagai
guru bagi dunia yang luas ini.
Kita juga harus menjelaskan bahwa kita tidak dituntut untuk
mencapai target tertentu, akan tetapi kita harus melakukan kerja semaksimal
mungkin kemudian kemenangan hanyalah dari Allah swt semata, demikian juga kita
harus menjelaskan bahwa waktu adalah sebagian dari solusi itu, oleh karena itu
kita harus sabar, tabah, bekerja dengan sungguh-sungguh sampai terealisasi yang
kita tuju dan menjadi sempurna kemenangan itu.
G. LANGKAH KE TUJUH: Kewajiban amal jama’i.
Kewajiban ini tidak mungkin dilaksanakan secara individual,
masing-masing individu tidak akan mampu untuk menegakkan negara islam dan
mengembalikan khilafah islamiyah, akan tetapi harus ada jama’ah yang menyatukan
usaha individual ini untuk membantu merealisasikan kewajiban yang besar ini,
qoidah syara’ mengatakan: “Kewajiban yang tidak sempurna tanpa adanya sesuatu,
maka sesuatu itu menjadi wajib hukumnya”, selama kewajiban menegakkan negara
islam tidak akan berjalan tanpa adanya jama’ah, maka adanya jama’ah itu menjadi
wajib. Tidak terbayangkan sama sekali seseorang akan menjadi sempurna agamanya
sedangkan dia hidup menyendiri tanpa beramal dalam suatu jama’ah untuk
menerapkan dasar-dasar agamanya itu dan kewajiban-kewajibannya, sedang
diantaranya yang terpenting saat ini adalah menegakkan negara islam.[159]
Mungkin di sini akan timbul problem tentang menjauhnya dia dari
masalah karena lebih mengutamakan keselamatan dan takut dari cobaan serta
ujian, maka sebaiknya mengingatkannya sekali lagi kepada Allah serta
kekuasaan-Nya…(ketahuilah bahwa apa yang menimpamu bukanlah untuk menyalahkanmu,
dan apa yang menyalahkanmu bukanlah untuk menimpakan cobaan padamu) Allah swt
berfirman: “Katakanlah, tidak akan menimpa kami kecuali apa yang telah Allah
tetapkan atas kami, Dialah pelindung kami dan hanya kepada Allah orang-orang
beriman bertawakkal”.[160]
Sekarang timbul pertanyaan…dengan jama’ah manakah saya akan
beramal? Sebaiknya jawaban dari pertanyaan itu dalam dua tahap:
H. LANGKAH KE DELAPAN: Kriteria jama’ah yang wajib diikuti.
Sesungguhnya tahapan ini penting dan terinci, serta memerlukan kebijaksanaan
dan pengaruh yang kuat dalam menjelaskannya …di dunia sekarang ini banyak
sekali terdapat jam’ah dan pergerakan, mengajak para pemuda untuk bergabung
kepadanya. Semuanya mengangkat panji-panji islam. Masing-masing
jama’ahmempunyai syi’ar dan sarana-sarana untuk menarik para pemuda itu.
Seharusnya setiap pemuda muslim memahami bahwa masalah amal untuk islam adalah
masalah asasi, dia harus berhati-hati dalam memilih jalan yang akan dia tempuh.
Ketentraman lebih utama daripada memilih jalan lain dan memceburkan diri
kedalamnya tanpa perhitungan.[161]
Selama kita bertujuan demi untuk menegakkan Islam dan meninggikan
kalimah Allah, bertahkim dengan syari’atnya, dan menegakkan negara islam serta
khilafah islamiyah…maka amal jama’I yang terstruktur atau jama’ah yang beramal
untuk merealisasikan itu ada beberapa hal yang harus diperhatikan:
Pertama:
Mengembalikan manusia pada umumnya dan para aktifis pada khususnya kepa da
pemahaman yang benar, menyeluruh, dan bersih terhadap islam sebagaimana yang
dibawa oleh Muhammad saw jauh dari pemahaman yang parsial, penyelewengan atau
kesalahan, berlebih-lebihan atau teledor…kaum muslimin berkumpul untuk
merealisasikannya tanpa fanatik terhadap satu pendapat atau madzhab, dengan
bentuk saling tolong-menolong pada masalah yang disepakati dalam
masalah-masalah pokok, dan saling toleransi pada masalah yang diperselisihkan
dalam masalah furu’.
Kedua:
Dalam manhajnya harus ada penegakan negara islam, khilafah islamiyah; jama’ah
manapun yang membatasi diri pada sebagian sisi-sisi Islam atau bahkan semua
sisi akan tetapi menjauhi target ini maka kamu tidak layak beramal bersamanya.
Ketiga:
Harus menempuh jalan yang benar untuk merealisasikan target ini, tidak ada
jalan yang lebih benar daripada jalan yang telah ditempuh oleh Rasulullah saw
dan para sahabatnya dalam menegakkan negara islam yang pertama, yaitu kekuatan
aqidah, kekuatan persatuan dan kekuatan lengan dan senjata ketika kekuatan
lainnya tidak berarti lagi … harus berurutan sesuai dengan tiga kekuatan
tersebut. Karena kalau digunakan kekuatan senjata sebelum kekuatan persatuan
sangat memungkinkan untuk terjadinya perang saudara karena beda pendapat… dan
tanpa kekuatan aqidah maka amal itu tidak punya dasar yang jelas.
Keempat:
Jama’ah seperti ini harus bekerja di seluruh dunia islam semaksimal mungkin,
bukan hanya dalam satu benua. Kemudian negara islam yang dicita-citakan harus
mempunyai pondasi yang luas yang membentang di wilayah islam, sebagaimana
jama’ah ini wajib membangun hubungan dan kerjasama bersama jama’ah lain yang
serupa untuk menyatukan usaha para aktifis di lading da’wah islam.
Kelima:
Jika ada dua jama’ah yang mempunyai empat kriteria yang sama umpamanya, salah
satunya mempunyai pengalaman dan cadangan dalam bidang amal islami, sedang yang
satunya masih baru, masih di awal jalan, maka yang lebih utama adalah bergabung
dengan jama’ah yang pertama, untuk menghemat waktu, tenaga dan nyawa.[162]
G. LANGKAH KESEMBILAN: Apakah empat kriteria ini terdapat pada
jama’ah ini.
Sebaiknya kamu biarkan dia mencari jawaban sendiri dari pertanyaan
ini dengan mengarahkan dan menjelaskan hal-hal sulit yang dia dapati.
Sembilan tahapan untuk da’wah fardiah ini, harus berjalan berantai
tiap tahapan diikuti tahapan yang lain sampai terealisasi apa yang dituju,
segala puji dan karuni hanyalah milik Allah swt.
Ada beberapa pesan penting yang khusus dalam tahapan-tahapan ini,
garis besarnya adalah sebagai berikut:
1.
Harus sabar, melaksanakannya dengan
sungguh-sungguh, memantau obyek da’wah dalam waktu-waktu tertentu untuk
menjamin keberlangsungan dan terlaksananya program dengan baik serta hasil yang
memuaskan.
2.
Orang-orang yang melakukan da’wah fardiah
sebaiknya mendapatkan pengarahan sekitar cara dan apa maksudnya serta
pelaksanaannya yang berantai.
3.
Para da’i di jalan Allah harus tolong-menolong
dalam menghadapi rintangan dan bagaimana melewatinya serta mengambil manfaat
dari pengalaman orang lain.
4.
Pada tahapan-tahapan ini kamu bisa
memberikan buku-buku, majalah dan yang lainnya untuk dibaca dan kamu minta
mereka untuk menanyakan hal-hal yang tidak mereka pahami.
5.
Membantu mereka untuk mengadakan pertemuan
sesama mereka untuk pembekalan, penjelasan dan penguatan materi yang telah
diasampaikan.
6.
Tahapan-tahapan yang telah disebutkan
harus terpatri dalam hati obyek da’wah satu demi satu, karena kalau urutan ini
tidak dilakukan mungkin akan menjadi sebab penolakannya.
7.
Keinginan untuk membawa mad’u ke tahapan
terakhir tidak diperkenankan menjadi sebab terburu-burunya untuk cepat sampai
tanpa penguasaan yang baik dan tenang pada setiap tahapan sebagai langkah
preventif agar dia tidak berbalik jika dia mendapati keraguan.
8.
Bersamaan dengan pembersihan jalan da’wah
yang sehat dengan segala tuntutan-tuntutannya, lazim dilakukan bantahan
terhadap syubhat yang dimunculkan sekitar amal islami dan tuntutannya serta
para aktifis sehingga tidak ada lagi bekas-bekas dari keraguan itu.
9.
Lazim menampakkan kebaikan yang besar dan
keberuntungan yang besar yang didapat oleh orang yang menyambut seruan da’i
Allah, begitu juga bahaya yang besar mengancam orang yang tidak mau
menyambutnya... dalam kabar gembira dan ancaman sangat berkesan bagi mad’u
terhadap apa yang dikatakan oleh da’i.
10.
Yang sudah siap di antara mad’u itu dan
mampu untuk melakukan da’wah fardiah dia diminta untuk memperhatikan poin-poin
ini, dijelaskan padanya jalan untuk
mencapainya dan diadakan pemantauan.
SENI BICARA DAN DISKUSI
Tidak diragukan lagi bahwa diskusi adalah sarana terbaik dalam
menyampaikan pemikiran kepada obyek da’wahmu, untuk itu kita harus belajar seni
berdiskusi, dan bagaimana kita bisa menggulirkan sebuah diskusi dengan sukses
yang menjadikan temanmu puas dengan pemikiranmu dan menyebarkannya...Semua tahu
bahwa diskusi adalah sebuah seni dan keahlian, di sini akan kita usahakan untuk
menjelaskan secara singkat beberapa nasehat untk ikhwah tercinta dalam diskusi,
semoga Allah memberikan manfaat kepada kita dan juga mereka.
1.
Mulailah pembicaraanmu dengan memujinya
dan tampakkan bahwa kamu percaya dengan kemampuan-kemampuannya.
Tahukah kamu seandainya kamu mulai pembicaraanmu dengan memujinya
dan menyebutkan sifat-sifatnya yang baik yang dia miliki, memperlihatkan rasa
cinta dan kasih sayang yang tulus dari hatimu. Kemudian kamu tampakkan padanya
bahwa kamu mengakui kelebihan-kelebihan, dan potensi-potensinya, dan bahwa dia
punya potensi untuk melakukan berbagai macam kebaikan...Jika kamu lakukan itu,
maka kamu telah mendapatkannya sejak awal perjalanan.
Sesungguhnya ungkapan-ungkapan seperti ini: (Sesungguhnya kamu
adalah orang yang berhati baik dan jiwamu penuh dengan kebaikan) (Saudaraku,
demi Allah aku mencintaimu karena Allah dan aku menginginkan kebaikan bagimu)
(Sungguh aku yakin bahwa kamu layak untuk melakukan semua kebaikan)... di awal
pembicaraan akan membukakan jalan baginya untuk bisa menerima pembicaraanmu.
Sangat mungkin bagi siapapun orangnya untuk mengikutimu dengan
senang hati jika kamu sampaikan padanya bahwa kamu menghoramatinya hanya karena
satu kelebihannya. Jika kamu ingin memberitahu seseorang bahwa dia punya satu
kelebihan, maka tinggal menegaskan bahwa sisi inilah yang merupakan potensi
kekuatannya...dan sebaiknya kamu selalu menunjukkan padanya bahwa alangkah
baiknya kalau orang lain juga mempunyai sifat seperti yang dia miliki.[163]
2.
Mulailah dengan titik persamaan dan
jauhilah titik perbedaan.
Ketika turun ayat “Dan peringatkanlah kelurga dekatmu”, Nabi saw
naik ke bukit Sofa lalu memanggil keluarga besarnya: “Wahai Bani Fahr...Wahai
Bani Ady...sehingga mereka semua berkumpul....lalu beliau bersabda: “Apa
pendapat kalian jika aku khabarkan kepada kalian bahwa di lembah itu ada
pasukan berkuda yang akan menyerang kalian, apakah kalian akan membenarkan
ucapanku?” Mereka menjawab: “Ya, kami tidak pernah mendapakanmu berdusta”,
beliau bersabda: “Sesungguhnya aku adalah seorang pemberi peringatan kepada
kalian dengan ancaman azab yang besar bagi yang tidak mengikutinya...[164]
Betapa bijaksananya engkau wahai Rasulullah...beliau bertanya
kepada mereka satu pertanyaan yang beliau sudah ketahui sebelumnya bahwa
jawabannya adalah “ya”, kemudian setelah itu beliau berbicara masalah da’wah...
itu adalah cara yang bijaksana, (ketika kamu diskusi dengan seseorang janganlah
mulai dengan sesuatu yang kamu berselisih pendapat dengannya, akan tetapi
mulailah dengan menekankan persamaan yang ada, dengan demikian kalian punya
tujuan yang sama, sedangkan perbedaan satu-satunya antara kalian hanyalah pada
sarana bukan pada tujuan.
Biarkanlah orang itu tetap mengatakan “ya” seperti pada awalnya,
sebelum dia mengatakan “tidak”,[165]
mulailah pembicaraan dengan pertanyaan-pertanyaan yang akan dia jawab dengan
“ya”, setelah itu yakinlah bahwa kamu akan mendapatkan kesuksesan yang besar
dengan izin Allah.
3.
Hargailah pemikiran lawan bicaramu,
tampakkan penghormatan padanya dan jangan katakan dia salah.
Seandainya kamu mulai pembicaraanmu dengan meremehkan pendapat
temanmu, melecehkannya dan kamu katakan padanya dengan emosional, “Kamu salah,
pendapatmu ini hanya menunjukkan kebodohan dan kedangkalan pikiranmu...”, kalau
kamu lakukan itu apakah kira-kira yang akan terjadi?!
Janganlah kamu memulai pembicaraan kepada lawan bicaramu dengan
“saya akan menetapkan ini dan ini bagimu”, karena perkataan itu sama saja
dengan mengatakan padanya, “Saya lebih pandai, dan lebih mampu dari pada kamu,
saya akan memberikan pelajaran kepadamu untuk menghilangkan apa yang terpikirkan
olehmu sekarang”. Ini akan membuatnya melawan dan menolak meskipun kamu belum
mulai dengan inti permasalahan.
Apakah kamu ingin belajar ungkapan-ungkapan yang bisa menyihir
orang, mencerahkan pembicaraan seketika setelah tadinya jadi keruh, menghembuskan
semangat baru, menarik orang lain untuk mendengarkan dengan penuh perhatian...
Yaitu: Katakan kepada lawan bicaramu , “Sungguh saya tidak mencelamu dengan
sikapmu yang seperti ini, kalau seandainya saya mengalami apa yang kamu alami
tentu saya tentu saya merasakan seperti apa yang kamu rasakan dan saya
mengambil sikap sebagaimana yang kamu ambil”.
Jika temanmu mengatakan sesuatu yang kamu anggap salah –atau
bahkan kamu yakin dia salah- bukankah lebih baik kamu katakan padanya, “Saya
berpendapat lain, mungkin saya salah, sebagaimana saya telah banyak
salah...jika saya salah saya akan senang kalau kamu meluruskannya, selam untuk
mencari kebenaran”... Percayalah kamu tidak akan mendapatkan kesulitan selama
kamu mengatakan mungkin kamu salah, ini akan menjadi jaminan untuk tidak
terjadi debat, menumbuhkan pada diri lawan bicaramu rasa keadilan. Lalu dia
akan berusaha untuk mengambila sikap yang sama dan dia akan dengan sadar merasa
bahwa pendapatnya salah.[166]
Jadikanlah temanmu selalu merasa bahwa kamu menghargai
pendapat-pendapatnya dan cenderung pada pemikirannya...kemudian tunggulah
hasilnya.
4.
Janganlah berdebat
Abu Umamah ra berkata, Rasulullah saw bersabda: “
Pemahaman dan hikamah apakah yang engkau ucapkan wahai Rasulullah
saw, jika engkau bicara pada obyek da’wahmu tidak penting bagimu untuk
memenangkan diskusi atau debat, yang penting bagimu menundukkan hatinya lebih
dahulu, setelah itu engkau akan bisa menguasai pembicaraan dengan mudah.
Jika kamu berdebat, menentang dan menyalahkan, mungkin suatu saat kamu
bisa menang, akan tetapi itu adalah kemenangan yang semu dan tak berarti,
karena kamu akan rugi, hilangnya hubungan baik dengan lawan bicaramu... Mana
yang kamu pilih; kemenangan semu atau hubugan baik dengan orang itu?...Karena
sangat jarang terjadi bisa mendapatkan keduanya.
Anggaplah kamu bisa melawan pembicaraan orang yang kamu debat,
kamu runtuhkan argumen-argumennya dan kamu lecehkan kata-katanya, apakah yang
akan terjadi? Mungkin kamu merasa puas, akan tetapi apa yang dia rasakan? Dia
sama sekali tidak akan pernah menyerah selamanya, karena kamu telah melukai
perasaan dan harga dirinya serta kamu kandaskan argumen-argumennya.
Ada sebuah hikmah yang diriwayatkan:
“Seseorang yang dipaksa untuk meyakini sesuatu yang bukan
keyakinannya, dia akan tetap dengan keyakinannya yang pertama”.[167]
Mari kita dengarkan Imam Syahid Hasan Al-Banna menunjuki jalan
itu, katanya: “Janganlah kamu banyak berdebat dalam masalah apapun...karena
tidak akan membawa kebaikan”.[168]
5.
Jika kamu salah akuilah kesalahanmu.
Allah swt menyebutkan kriteria orang-orang munafik dalam
firman-Nya: “Dan jika dikatakan kepada mereka bertaqwalah kepada Allah,
kesombongannya membuatnya berbuat dosa...maka cukuplah baginya neraka jahannam,
itulah seburuk-buruk tempat kembali”.[169]
Tingkatan keberanian dan akhlaq yang tertinggi adalah mengakui
kesalahan. Adapun jika kamu sampai berbuat dosa karena kesombonganmu dan
menolak untuk mengakui kesalahan meskipun kamu tahu, maka ini adalah salah satu
sifat orang munafik.
Hanya orang bodohlah yang dengan gigih mempertahankan
kesalahannya, adapun jika kamu mengakui kesalahanmu, itu adalah jalan untuk
meningkatkan diri ke derajat yang lebih tinggi beberapa derajat. Kalau kita
tahu bahwa kita akan kalah bagaimanapun keadaannya, bukankah lebih baik kita
mendahuluinya untuk menyerah? Bukankah lebih baik kita mendengarkan kritikan
dari diri kita sendiri dari pada harus diam mendengarkan kritikan orang lain.
Saudaraku, jika kamu ingin menyampaikan fikrohmu dalam keadaan
bersih kepada temanmu, akuilah akuilah kesalahanmu jika salah,...“seringlah
bicara tentang kesalahan-kesalahanmu sebelum mengkritik orang lain, dan
percayalah tidak akan tersa berat bagimu mendengarkan kesalahan-kesalahanmu
dibeberkan jika orang yang mengkritikmu memulainya dengan mengakui bahwa dia tidak
terpelihara dari kesalahan.”[170]
6. Janganlah marah dan lemah lembutlah dalam
berbicara.
Abu Hurairah
r.a. meriwayatkan bahwa seorang lelaki berkata kepada rasulullah saw berilah
aku wasiat. Rasulullah bersabda
:”Janganlah marah”, beliau ulangi beberapa kali.
Dari Aisyah
r.a. dia berkata: Rasulullah saw bersabda : “Sesungguhya Allah swt lembut,
mencintai kelembutan dalam semua urusan”.[171]
Dari Abu Mas’ud
r.a. dia berkata: Rasulullah saw bersabda: ”Maukah kalian saya beritahukan
tentang orang yang diharamkan masuk neraka.[172]
Sesungguhnya
jika kamu marah kepada temanmu, masihkah kamu melihat jalan untuk bisa
menaklukkannya? Sesungguhnya satu titik kemarahan akan merusak pembicaraan,
membangkitkan kemarahan temanmu dan menghalanginya untuk bisa menerima pendaatmu
meskipun itu benar.
Bayangkanlah
pembicaraan yang lemah lembut, dipenuhi dengan senyuman yang manis lagi murni
kamu tampakkan tanda-tanda cinta dan kasih sayang. Bukankah ini seribu kali
lebih baik daripada kamu marah pada temanmu dan dia marah padamu.
Anggaplah dia
marah padamu dan memancing kemarahanmu, tetaplah lemah lembut, kuasai dirimu
saat marah padamu dan ingatlah sabda rasulullah saw : “Bukanlah yang kuat itu
dalam perkelahian, orang yang kuat adalah yang menguasai dirinya saat marah”.[173]
Sesungguhnya
orang yagn paling keras tabiatnya dan kasar dalam bicara dia akan menjadi lemah
dihadapan pendengar yang sabar dan lemah lembut, pendengar yang baik.
Jika lawan
bicaranya yang pemarah mulai menyerang seperti ular yang menyemburkan racun ke
sana kemari.[174]
7. Biarkanlah temanmu menguasai pembicaraan
Kebanyakan
manusia mengira bahwa sebaik-baik jalan untuk memuaskan lawan bicaranya dengan
argumen-argumennya adalah menguasai pembicaraan dan kebanyakan orang yang
terjatuh dalam kesalahan ini adalah orang-orang yang sibuk. Para pedagang
bahkan yang lebih cerdik, adalah membiarkan orang lain untuk menguasai
mayoritas pembicaraan, pancinglah dia untuk bicara dengan pertanyaan-pertanyaan
dan biarkan dia menampakkan semua kemampuannya.
Mungkin kamu
ingin memotong pembicaraannya akan tetapi jangan kamu lakukan selama
pembicaraannya belum habis bahkan diamlah dan perhatikan dengan sabar dan
pahami, doronglah dia untuk mengungkapkan pendapat-pendapatnya dengan bebas.[175]
8.
Biarkanlah
temanmu merasa bahwa pemikiran itu adalah dari pemikirannya. Bukankah kamu merasa lebih bangga dengan
pendapat-pendapat yang kamu dapatkan sendiri daripada kebanggaanmu dengan
pendapat-pendapat yang disampaikan padamu dalam ruang yang megah? Jika demikian
halnya, mengapa kamu berusaha untuk memaksakan pendapat-pendapatmu kepada orang
lain? Bukankah lebih cerdas mengarahkan kepadanya usulan-usulan dan
membiarkannya untuk sampai pada pendapat yang kita inginkan dengan sendirinya.[176]
9.
Jadikanlah
dia menyenangi pekerjaan yang kamu usulkan kepada teman-temanmu. Mulailah pembicaraan selalu dengan menyebutkan
keutamaan pekerjaan yang kamu ajak dia untuk melakukannya, umpamanya katakan
padanya (tahukah kamu keutamaan membaca Al-Qur’an? Setiap huruf Al-Qur’an ada
sepuluh kebaikan, bayangkanlah setiap huruf dengan sepuluh kebaikan yang
sempurna, mengapa tidak kita baca bersama? )
Percayalah, jika kamu lakukan itu, maka dia
akan segera melakukanya tanpa kamu suruh,
mulailah dengan kabar gembira, gembira bukan dengan ancaman, karena
kabar gembira mempunyai efek yang baik dalam hatinya, janganlah mulai
pembicaranmu dengan mengatakan “Jika kamu tidak membaca Al-Qur’an maka kamu
telah menjauhinya dan akan mendapatkan azab dari Allah swt”, hal ini akan
menjauhkan kalian berdua. Jadikanlah temanmu kuat untuk mengerjakan apa yang
kamu usulkan dan mulailah dengan memotivasinya.
10.
Janganlah
memberikan perintah, akan tetapi ajukan usulan-usulan yang cerdas. Kalau
kamu Ingin mengajak temanmu untuk
membaca Al-Qur’an atau shalat di mesjid umpamanya, katakan kepadanya dengan
lemah lembut; “Bukankah sebaiknya kamu membaca Al-Qur’an setiap hari.”
“Bukankah shalat di masjid lebih utama daripada shalat di rumah.” “Mengapa kita
tidak mengadakan kesepakatan bersama untuk mengahapal satu surat dari
Al-Qur’an.”…Bukankah ini seribu kali lebih baik daripada menyuruhnya langsung,
karena hal itu bisa membuatnya lari dan tidak mematuhi perintahmu. Sesungguhnya
manusia itu selalu merasa berat untuk melaksanakan perintah orang lain, lalu
mengapa kita tidak jadikan perintah itu seakan-akan usulan yang cerdas.
11.
Pujilah
karena sedikit kebaikan yang dia lakukan dan ingatkanlah kesalahannya dengan
cara yang halus.
Jika
kamu mengajak seseorang untuk shalat di masjid lalu dia menurutimu dan pergi
bersamamu akan tetapi dia melakukan kesalahan dalam shalat…apa yang akan kamu
lakukan?
Bisa
saja kamu mengingatkannya setelah keluar dari masjid dengan mengatakan
kepadanya “Apakah kamu tidak belajar shalat lebih dulu! Orang sebesar kamu
tidak tahu bagaimana melakukan shalat ?” Kamu bisa melakukan itu akan tetapi
percayalah dia tidak akan pergi lagi ke
masjid. Kamu harus memuji apa yang telah dia kerjakan dengan mengatakan
“Lihatlah saudaraku betapa indahnya shalat di masjid, kita sekarang berjalan,
tiap langkah kita ditulis sebagai satu kebaikan”. “Kamu sudah melakukan shalat
dengan baik dan khusyu, sedangkan khusyu adalah ruhnya shalat”…Kemudian kamu
alihkan pandangannya pada kesalahan-kesalahannya dengan cara yang halus: ”Akan
tetapi jika kamu membaca Al-Qur’an lakukanlah begini…dan jika kamu sujud
janganlah seperti ini…” Bukankah ini seribu kali lebih baik.
Sesungguhnya
tabiat jiwa manusia senang pujian dan benci celaan, lalu mengapa kamu tidak
memulai dengan apa yang disenangi orang itu, kemudian kita alihkan pandangannya
pada hal yang dia benci dengan cepat dan cerdik.
12. Jangan banyak debat
sehingga temanmu tidak bosan.
Diriwayatkan
dari Anas bin Malik r.a. dia berkata Rasulullah saw memberi sedikit nasehat
karena takut membosankan.”[177]…janganlah
kamu selalu mengajaknya berdiskusi setiap kali bertemu, karena akan
menjadikannya bosan, akan tetapi lakukanlah sekali-kali.
Sebaiknya kamu
mendorongnya untuk membuka pembicaraan kemudian biarkanlah dia berbicara sesuai
dengan pendapatnya, lalu kamu komentari dengan singkat dan jelas.
13. Waspadailah bahaya
lisan
Dalam akhir
hadits yang diriwayatkan Mua’adz, Rasulullah saw bersabda: “Cukup sampai
disini”, Saya berkata, “Wahai rasulullah, apakah kami akan di azab karena
perkataan kami?”, Beliau menjawab, “...bukankah manusia berjalan dengan muka
mereka, karena perkataan mereka?[178]...Untuk
ini kamu harus waspada terhadap bahaya lisan –sedangkan bahayanya banyak
sekali- dalam diskusi dengan temanmu...hindarilah perkataan yang tak berguna,
perkataan jorok, umpatan, hindarilah banyak canda, ejekan dan hinaan terhadap
orang-orang yang beriman, janganlah menyebarkan rahasia orang lain dan
mengingkari janji...akan tetapi ada yang lebih wajib kamu hindari, yaitu:
bohong dan ghibah, karena keduanya penyebab kehancuran.
Dari ‘Aisyah ra
dia berkata: Saya berkata kepada Nabi saw, “Cukup sampai disini dengan Shofiah,
karena dia begini dan begini -(dia berkata ghibah)- lalu Rasulullah saw
bersabda: “Sungguh kamu telah mengatakan satu perkataan seandainya dicampur
dengan air laut maka akan merata”.[179]
Dari Ibnu Mas’ud
ra dia berkata, “ Rasulullah saw bersabda: “...kebohongan itu menunjuki kepada
kejahatan, sedang kejahatan mengarahkan ke neraka, sesungguhnya seseorang akan
berbohong sampai Allah menuliskan di sisi-Nya sebagai seorang pembohong”.[180]
Mari kita
dengarkan menerangkan kepada kita, katanya ”jauhilah menghibah orang-orang dan
lembaga-lembaga, janganlah bicara kecuali yang baik-baika”.[181]
14. Bicaralah kepada
manusia sesuai dengan kemampuan berpikir mereka.
Rasulullah saw
bersabda : ” Bicaralah kepada manusia sesuai dengan kemampuan berpikir mereka”.[182]
15. Mintalah bantuan
ikhwanmu yang lebih berpengalaman saat dibutuhkan.
Janganlah
kamu menganggap bahwa kamu tahu segalanya, jika ditanya satu masalah yang tidak
kamu ketahui atau kamu kesulitan untuk menjawabnya dengan argumen yang
memuaskan, sebaiknya menunda jawaban dengan meminta bantuan ikhwan yang lebih
berpengalaman untuk menjawabnya.
Lebih baik lagi
kalau pertemuan dengannya bisa tampak seakan suatu kebetulan bukan suatu hal
yang direncanakan, bisa dengan mengajaknya mengunjungi salah seorang ikhwanmu,
mengatur pertemuan di fakultas, atau di masjid dan seakan pertemuan itu tidak
disengaja.
Sesungguhnya
ikhwanmu selalu siap membantumu....mengapa tidak minta bantuan mereka?
[1] DR. Shodiq Amin, Da’wah Islamiyah, hal. 16-17
[2] Ibid.
[3] QS. Thoha:123
[4] QS. Ali Imran:104
[5] DR. Shodiq Amin Op. Cit.
[6] Fathurrabbani hal. 211
[7] Munthalaq hal.141
[8] Ibnu Qoyim Al-Jauziyah, Al-Wabilush Shoyib hal. 27
[9] Mustofa Masyhnur, Al-Qudwah ‘ala thoriq da’wah hal. 51
[10] Sa’id Ramadhan, Khawathir hal. 72
[11] Al-Ghazali, Ihya jilid 4
[12] Sanadnya setara dengan Syarat Muslim
[13] HR. Abu Daud dan Nasa’i dari Muadz
[14] HR. Thabrani, Ahmad dan Baihaqi
[15] Imam Al-Banna, Risalatut Ta’alim
[16] Mustofa Masyhur, Op. Cit. Hal. 153
[17] Sayid Qutb, Afrah Ruh hal. 14
[18] Abdul Karim Zaydan, Ushulud Da’wah hal. 274
[19] HR. Bukhari dan Tirmidzi
[20] Jum’ah Amin, Ad-Da’wah
Qowaid wa Ushul hal. 113
[21] QS. An-Nahl:39
[22] QS. Al-Qashash:26
[23] QS. Hud:88
[24] QS. Al-Anbiya:107
[25] HR. Muslim
[26] HR. Muslim dan Tirmidzi dari Ibnu Abbas
[27] Abdul Karim Zaydan, Op. Cit. Hal. 47
[28] QS. At-Taubah:128
[29] QS. Al-Kahfi:6
[30] QS. Asy-Syura:48
[31] QS. Al-Baqarah:272
[32] QS. Al-Anfal:36
[33] QS. Al-Mujadalah:21
[34] Muhammad Al-Ghazali, Dirasat fi Da’wah wa Du’at hal. 9
[35] Jum’ah Amin, Op. Cit. Hal. 71
[36] HR. Abu Nu’aim fil Hiyah dan Baihaqi fi Zuhd
[37] Jum’ah Amin, Op. Cit. 110
[38] Sayid Qutb, Fi Dzilalil Qur’an jilid 1 hal. 68
[39] QS. Ash-Shaf:2-3
[40] QS. Al-Baqarah:44
[41] Muttafaq Alaih
[42] Jum’ah Amin, Op. Cit. Hal. 115
[43] Mustofa Masyhur, Op.Cit. hal. 156
[44] Jum’ah Amin, Op. Cit.
Hal. 118
[45] Ibnu Mubarak, Kitab Zuhd hal. 390
[46] Sayid Qutb, Op. Cit. Hal. 12
[47] Mustofa Masuhur, Op. Cit. Hal. 46
[48] HR. Thabrani
[49] Sayid Qutb, Op. Cit. Hal. 13
[50] QS. Al-Hujurat:13
[51] Shofwatut Tafasir jilid 3 hal. 236
[52] Hasan Al-Banna, Sepuluh wasiat
[53] QS. Asy-Syu’ara:214
[54] Munir Al-Ghodban, Manhaj Haraki hal. 23-24
[55] Abbas Assisi, Op. Cit hal. 33-36
[56] Dael K., Op. Cit. Hal. 88
[57] Ibid.
[58] Abbas Assis, Op. Cit. Hal. 32
[59] Dael K., Op. Cit. 87
[60] Munir Al-Ghodaban, Op. Cit. Hal. 21-22
[61] HR. Bukhari dan Muslim
[62] Abbas Assisi,Op. Cit. Hal. 22-23
[63] HR. Bukhari dan Muslim
[64] Abbas Assisi, Op. Cit. hal. 23
[65] Ibid.
[66] Munir Al-Ghodban, Op. Cit. hal. 84
[67] DR. Majdi Al-Hilali, Adhwa’ Ala thoriq Da’wah hal. 14
[68] Mustofa Masyhur, Da’wah Fardiah hal. 11
[69] Jum’ah Amin, Da’wah: qowaid wa Ushul hal. 123
[70] DR Majdi Alhilali, Adhwa Ala Thoriq Da’wah hal. 23
[71] Abbas assis, Thoriq ilal qulub hal. 21
[72] QS. Ali Imron: 159
[73] Jum’ah Amin, Da’wah: Qowaid wa ushul hal. 123
[74] Mustofa Masyhur, Da’wah Fardiah hal. 11
[75] HR Muttafaq Alaih
[76] QS. Al Maidah: 54
[77] Ibnu Rojab Al Hambali, Jami’ Ulum wal Hikam
[78] Ibid.
[79] Ibid.
[80] HR. Ahmad dari Amr bin Jamuh
[81] HR. Bukhori dari Abu Hurairah
[82] Ibnu Rojab Al Hambali Op. Cit.
[83] Ibnu Qayim, Aljawab alkafi
[84] Ibid
[85] Ibid
[86] Ibid
[87] Ibid
[88] Sayid Qutb, Afrah ruh hal. 10
[89] HR Bukhori
[90] Abbas Assisi Op. Cit.
[91]QS. Annisa: 94
[92] Sayid Qutb, Op. Cit.
[93] DR. Majdi Al Hilali Op. Cit.
[94] HR. Abu Dawud
[95] HR. Muslim, Tirmidzi dan Ibnu Majah
[96] Adhwa- ‘ala thoriq da’wah
[97] HR. Hakim
[98] Ibnu Qoyyim. Al jawab Al Kafi 10
[99] HR. Tirmidzi
[100] Abbas Assisi Op. Cit. 73
[101] Dael K Op. Cit. 71
[102] Dael K Op. Cit. 71
[103] Abbas Assisi Op. Cit. 73
[104] HR Muslim
[105] Abbas Assisi Op. Cit. 95
[106] HR Muslim
[107] HR. Abu Daud
[108] HR. Muttafaq alaih
[109] HR. Muttafaq alaih
[110] Qs An Nisa 86
[111] Abbs Asisi -Attoriq
[112] QS. Al Hujurat:11
[113] Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir jilid 3 hal. 364, HR. Ahmad.
[114] Sayid Qutb tafsir surat Al Hujurat
[115] HR. Ibnu Hatim dari Muqotil bin Hayan
[116] QS. Al Mujadalah:11
[117] Abbas Asissi Op. Cit. 97
[118] HR. Hakim
[119] Dael K Op. Cit. 58
[120] Ibid 62
[121] Ibid 69
[122] HR Muslim dari abu Huroiroh
[123] Dael K Op. Cit. 99
[124] Ibid
[125] HR Muttafaq alaih dari Ady bin Hatim
[126] Dael K Op. Cit.
[127] HR Muslim
[128] Muttafaq Alaih
[129] HR. Bukhori dan Muslim dari Abu Hurairah
[130] HR. Bukhori dan Baihaki
[131] Muttafaq ‘Alaih
[132] Ibnu Mundzir, Al Asyraf jilid 1 Halaman 442
[133] Dael K Op. Cit. 64
[134] HR Thabrani dari hadits Umar
[135] HR. Ibnu Hibban dalam kitab Shohihnya
[136] HR. Muslim
[137] Abbas Assisi Op. Cit. 69
[138] Ustadz Umar Tilmisani, Buku Harian (dinukil dari Thoriq ilal Qulub,
70)
[139] Abbas Assisi Op. Cit. 62
[140] Qs An Nahl 78
[141] Abbas Assis Op. Cit. (tidak saya dapatkan dalam kitab hadits)
[142] Qs.Taubah: 118
[143] Abbas Asisi
[144] HR Baihaqi
[145] HR. Ahmad dan Abu Daud
[146] HR.Abu Daud dan Tirmzi dan Ahmad
[147] H.R. Abu Daud
[148] Abbas assis Op. Cit.
[149] H.R. Ahmad
[150] H.R. Tirmidzi dan Ahmad
[151] Mustofa Masyhur, Op. Cit. hal. 13
[152] QS.Az -zumar 23.
[153] Mustofa Masyhur, Op. Cit.
[154] QS. An-Naml:59-65
[155] QS. Al-An’am:162
[156] Mustofa Masyhur, Op. Cit. hal. 18
[157] Imam Al-Banna, Risalatu Da’watina hal. 23
[158] Imam Albanna, Op. Cit. hal. 97
[159] Mustofa Masyhur, Op. Cit. hal.20
[160] QS. At Taubah:51
[161] Mustofa Masyhur, Op. Cit. hal. 21
[162] Mustofa Masyhur, Tasaulat alat toriq hal. 27-31
[163] Dael K., Op. Cit.
[164] HR. Bukhori dari Ibnu Abbas
[165] Dael K., Op. Cit.
[166] Ibid.
[167] Ibid
[168] Hasan Al Banna, Op. Cit.
[169] QS. Al Bqoroh: 206
[170] Dael K., Op. Cit.
[171] Muttafaq alaih
[172] H.R. Tirmizi
[173] H.R. Bukhori, Muslim, Malik di Muwatho, dan Ahmad
[174] Dael. K. Op. Cit.
[175] Ibid.
[176] Ibid.
[177] HR. Bukhori, Muslim, Tirmidzi dan Ahmad dalam Musnadnya
[178] H.R. Ibnu Abi Dun-ya dan dihasankan oleh Al-‘Iroqy
[179] H.R. Abu Daud dan Tirmidzi
[180] Muttafaq ‘Alaih
[181] Hasan Al Banna, Op. Cit.
[182] Tidak saya dapatkan dasarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Hargai tulisan ini dengan meninggalkan jejak... ^_^